ABSTRAKTeknologi yang diterapkan di Indonesia dalam pembangunan, khususnya berkaitan upaya pertanian, seyogianya perlu ditinjau kembali, karena kurang memberikan hasil yang diharapkan. Penurunan kualitas, bahkan degradasi lingkungan sebagai dampaknya berlangsung semakin intensif dan ekstensif. Upaya penanggulangan seringkali memunculkan dampak lingkungan dan masalah baru. Yang diterapkan di waktu ini kebanyakan adalah teknologi mencontoh yang dikembangkan di bagian bumi bertipologi lingkungan berbeda dari Nusantara Indonesia yang teramat khas di muka bumi ini. Selayaknya mestilah didasarkan atas pertimbangan kesesuaian pada tipologi lingkungan/ekosistem Nusantara Indonesia. Kearifan masyarakat tradisional "primitif" berdasarkan pengalaman ratusan bahkan ribuan tahun patut dipertimbangkan oleh masyarakat "modern" guna dijadikan dasar pengembangan teknologi, tentunya dengan kemasan modern. Indonesia yang berupa nusantara dengan ribuan pulau besar kecil, terletak di daerah tropika katulistiwa, di antara dua benua dan di dua samudera serta di pusat kegiatan geologik aktif, vulkanik maupun tektonik, terhampar di empat daerah biogeografi, atau lebih detailnya 72 daerah bio-eko-geografi sebenarnya adalah daerah yang memiliki segalanya, baik sumberdaya alam maupun kondisi lingkungan guna menopang kehidupan yang keunggulan mutlak (absolute advantage), bukan sekedar keunggulan kompetitif atau relatif (competitive relative advantage). Tumbuhan semusim (annual) andalan untuk produksi pangan dan pakan yang memiliki tipe fotosintesis C-4, pada dasarnya kurang menguntungkan dibudidayakan secara monokultur di Nusantara katulistiwa yang bioma alaminya berupa hutan hujan katulistiwa karena melawan alam dan mengabaikan kaidah ekologik sebagaimana juga dianut kearifan masyarakat tradisional. Seharusnya dikembangkan teknologi budidaya tanaman dengan ekosistem hutan hujan katulistiwa guna menghasilkan pangan, pakan dan energi. Juga melalui riset yang komprehensif harus dikembangkan teknologi yang diseuaikan dengan selera dan perilaku masyarakat, karena perilaku makan, pola hidup dan kebiasaan tidak mudah untuk segera diubah. Teknologi harus menyesuaikan agar produk segera diterima masyarakat luas Indonesia yang beranekaragam.