AbstrakUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014) mengatur bahwa Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya oleh sebab-sebab tertentu. Undangundang tersebut juga mengatur prosesnya secara baku, termasuk melibatkan Mahkamah Agung (MA) di dalamnya. MA befungsi untuk memberikan menguji secara yuridis pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai insiator proses pemberhentian. Pelibatan MA merupakan konsekuensi dari menguatnya legitimasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang kini dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dirancang sulit. Namun terdapat masalah access to justice dalam proses peradilan di MA ini, terutama disebabkan oleh hukum acara yang kabur. Konsep access to justice selama ini dimaknai secara terbatas sematamata sebagai akses pendampingan hukum bagi masyarakat miskin dan termarjinalkan.