ABSTRAKPemerintah dan lembaga-lembaga internasional merekomendasikan penggunakan electronic procurement sebagai strategi untuk memberans korupsi. Akan tetapi, berdasarkan telaah atas kasus korupsi kontemporer, reformasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah tidak mampu menghentikan korupsi. Alih-alih terkontrol, korupsi justru bertransformasi ke dalam bentuk baru menyesuaikan dengan peraturan pengadaan yang telah direformasi. Dengan mengkaji kasus korupsi dalam pembangunan wisma atlet serta meneliti aspek historis dalam aturan pengadaan barang dan jasa di Indonesia, saya berpendapat persoalan terbesarnya justru terletak di dalam patronase politik sebagai strategi utama untuk membangun dan memelihara basis sosial. Reformasi dalam pengadaan barang dan jasa, serta pemberantasan korupsi, tidak memadai untuk mengatasi persoalan tersebut.