ABSTRAKDi Indonesia ada 2 putusan pengadilan terkait dengan pemidanaan korporasi dalam tindak pidana korupsi yakni Putusan PT GJW dan Putusan PT CND. Dalam kedua putusan itu, kesalahan (mens rea) korporasi dinyatakan terbukti sehingga dikenai pertanggungjawaban pidana. Kajian ini difokuskan pada cara pembuktian kesalahan korporasi dalam tindak pidana korupsi. Untuk mengurai permasalahan maka kajian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan dua pendekatan yakni pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, dalam menentukan kesalahan korporasi, menitikberatkan pada kesalahan yang dilakukan oleh pengurus korporasi, seperti direktur. Sehingga kesalahan direktur adalah juga sebagai kesalahan korporasi. Kedua, bila dikaitkan dengan teori pertanggungjawaban pidana korporasi maka majelis hakim pada dua perkara korupsi tersebut telah mengadopsi teori identifikasi. Ketiga, perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan dilakukan oleh direktur sebagai pengurus dianggap sama dengan yang dilakukan oleh korporasi. Keempat, mengenai sanksi pidana pokok, dalam dua putusan a quo adalah sama yakni pidana denda. Kelima, dalam putusan PT GJW selain pidana pokok, korporasi juga masih dikenai pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan. Sedangkan dalam putusan PT CND tidak ada sama sekali sanksi pidana tambahan yang dikenakan kepada terdakwa. Keenam, kedua putusan tersebut, tidak memuat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, padahal sebagaimana diketahui bahwa salah satu cara memulihkan kerugian keuangan negara adalah melalui pidana pembayaran uang pengganti.