ABSTRAKIndianisasi yang berlangsung kira-kira semenjak abad ke-2 Masehi di beberapa daerah di Nusantara, termasuk Jawa, menyebabkan akulturasi antara kebudayaan India dan Jawa. Cerita lakon wayang purwa sebagai salah satu bentuk dalam karya sastra Jawa yang sampai hari ini masih mengadaptasi narasi yang terdapat dalam Mahābhārata dan Ramayana. Tesis ini difokuskan untuk mengkaji transformasi tekstual dan ideologis dalam adaptasi Sabha-parva, kitab kedua Mahābhārata (hipoteks), ke lakon wayang purwa Sesaji Raja Suya (2013) karya Ki Purbo Asmoro (hiperteks). Dengan menggabungkan kajian tekstual, adaptasi, dan studi lapangan, serta penerapan teori intertekstualitas oleh Gerard Genette, ditemukan tiga teknik transformasi yang terdapat dalam adaptasi hipoteks ke hiperteks, yakni pengembangan, pengeditan, dan pengurangan. Ketiga teknik tersebut diterapkan untuk mentransformasi sejumlah unsur naratif, yakni bentuk dan struktur fisik teks, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan; serta penggunaan kata dan istilah. Berdasarkan analisis tekstual, ditemukan bahwa hiperteks menunjukkan kecenderungan untuk mengglorifikasikan kekuatan dan keunggulan Pandawa dengan menerapkan teknik-teknik transformasi tersebut. Hasil kajian tekstual dianalisis lebih lanjut menggunakan konsep kekuasaan tradisional India Kuno oleh Jan Gonda dan konsep kekuasaan Jawa yang dielaborasikan oleh Benedict Anderson, Koentjaraningrat, dan Soemarsaid Moertono. Analisis ideologis menemukan adanya transformasi konsep kekuasaan yang direpresentasikan oleh masing-masing teks. Tesis ini menyimpulkan bahwa aspek dari konsep kekuasaan Jawa yang ditekankan dalam hiperteks adalah gagasan Jawa-sabrang yang memercayai identitas ke-Jawa-an merupakan nilai ideal bagi seorang raja atau pemimpin.
ABSTRACTIndianization that occurred approximately since the 2nd century in several regions of Nusantara, including Java, had triggered cultural acculturation. Wayang act maintains the tradition of adapting Mahābhārata and Ramayana. This research is aimed at analyzing textual and ideological transformation in the adaptation of Sabha-parva, the second book of Mahābhārata (hypotext), to Sesaji Raja Suya wayang act by Purbo Asmoro (hypertext) by combining textual and literary adaptation analysis, and field study. Textual analysis identified three techniques: amplification, editing, and reduction, to transform the narrative elements, including: form and structure, sequence of events and plot, characterization, settings, and also specific terms. The textual transformation techniques are used to glorify the power and sovereignty of Pandawa as the main protagonists. The results of textual analysis were further studied by implementing the concept of power in Ancient India by Jan Gonda and the concept of power in Javanese culture by Benedict Anderson, Koentjaraningrat, and Soemarsaid Moertono. Ideological analysis has proven the transformation of the concept of power in the adaptation of the hypotext to hypertext. This research concludes that the hypertext underlines the idea of Jawa-sabrang, or the ethnocentric view which believes Javanese identity as the ideal value for a king or ruler.