ABSTRAKBahasa adalah alat komunikasi yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Ketika berkomunikasi seseorang harus memperhatikan bahasa yang digunakannya. Di antara beberapa bentuk komunikasi, pidato adalah satu satu bentuk komunikasi yang membutuhkan penggunaan bahasa yang tepat. Namun, dalam kenyataannya banyak orator cenderung untuk mencampurkadukan berbagai bahasa dalam berpidato. Tulisan ini mencoba membahas campur kode yang muncul dalam pidato-pidato Bacharuddin Jusuf Habibie dan Megawati Soekarnoputri dalam Hari Pancasila pada 2011 dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Bacharuddin Jusuf Habibie dan Megawati Soekarnoputri pada pidato Peringatan tersebut melakukan campur kode dalam bentuk kata, frasa, kalimat, bahkan singkatan. Peristiwa campur kode ini terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia dengan bahasa Jerman, bahasa Indonesia dengan bahasa Belanda, dan bahasa Indonesia dengan bahasa Sansekerta. Hal itu dilakukan karena latar belakang yang dimiliki, ingin menekankan maksud tertentu, menghormati pendengar, maupun mempermudah dalam menyampaikan maksud. Saat proses pembelajaran berpidato di sekolah peristiwa campur kode jelas sangat berpengaruh karena pada umumnya siswa menguasai lebih dari satu bahasa. Tentunya mereka saat berpidato besar kemungkinan mencampuradukan bahasa yang mereka kuasai. Padahal, seharusnya siswa wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika sedang berpidato. Dengan demikian pengenalan campur kode dalam berpidato ini sangat diperlukan dalam materi berpidato maupun dalam pembelajaran bahasa Indonesia.