AbstrakPersaingan dan konflik, serta kerukunan dan persaudaraan antara Dayak dan Melayu mewarnai ruang publik di Kalimantan Barat. Kedua kelompok utama (mayoritas) di Kalimantan Barat menjalani hubungan pasang dan surut. Keadaan inilah yang selalu menarik diamati, khususnya dalam konteks identitas. Penulis ingin melihat bagaimana identitas berkelindan di balik isu bipolaritas Dayak-Melayu. Tulisan ini merupakan hasil pemikiran yang diperkuat dengan data pendukung. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dokumentasi dan terbitan, yang di antaranya menunjukkan bahwa di balik perbedaan identitas antara Dayak dan Melayu dapat ditemukan pula persamaan pada beberapa unsur. Kedua identitas itu tumbuh di ruang yang sama dan sebagian darinya berasal dari sumber atau asal-usul yang sama. Proses selanjutnya memperlihatkan penerimaan dan penggunaan identitas budaya menjadi bahan untuk pengonstruksian bangunan identitas kelompok. Pada mulanya, identitas Dayak digunakan secara terpaksa, sedangkan identitas Melayu diterima dengan terbuka. Seiring perjalanan waktu, kedua identitas itu dipakai oleh dan untuk dua kelompok yang berbeda. Masing-masing memperkuat identitas dengan perubahan-perubahan tertentu pada unsur-unsur budaya yang sudah ada. Identitas budaya Dayak dan Melayu tetap cair tetapi gerakan perubahan itu cenderung ke arah yang berlawanan dan memperlebar jarak di antara keduanya. Itu pulalah yang menyebabkan rivalitas berkelanjutan, sehingga persoalan yang kecil dapat menjadi besar.