Latar Belakang: Prognati mandibula merupakan kasus maloklusi skeletal yang dapat ditemukan dengan fekuensi 15-23% dari seluruh populasi orang di asia tenggara. Koreksi terhadap kondisi ini dapat dilakukan secara bedah ortognatik mandibular setback dengan teknik Bilateral Sagital Split Osteotomy (BSSO). Penelitian telah mengkategorikan bahwa tindakan mandibular setback sebagai prosedur dengan stabilitas paling rendah di antara prosedur bedah ortognatik lainnya. Namun demikian bebrapa penelitian menyatakan bahwa hasil pasca operasinya masih dapat dikatakan stabil dengan kategori tertentu.
Tujuan: Mengetahui perbedaan relaps pada varian kategori besaran mandibular setback pasca tindakan tersebut dengan teknik BSSO saja dan BSSO dengan prosedur bedah ortognatik tambahan pada maksila pada pasien-pasien prognati mandibula.
Material dan Metode: Rekam medis dan radiograf sefalometri pasien pre operasi, pasca operasi dan H+6 bulan pasca operasi BSSO dan BSSO dengan prosedur bedah ortognatik tambahan pada maksila selama periode tahun 2001 sampai 2017 dari divisi Bedah Mulut dan Divisi Ortodonti R.S. Cipto Mangunkusumo, Jakarta dikumpulkan dan didapatkan 16 sampel sesuai kriteria inklusi. Hubungan antar variabel dievaluasi dengan Uji Fishers Exact pada Chi Square dan Uji hipotesis dengan Mann-Whitney U Test
Kesimpulan: Tidak ditemukan perbedaan bermakna bermakna antara relaps pada mandibular setback sedang, dan besar pada kelompok BSSO dan BSSO dengan Prosedur bedah ortognatik tambahan pada maksila (Le Fort I). Dari analisis yang dilakukan terdapat kemiripan dengan penelitian sebelumnya yaitu lebih dari 50% sampel terjadi relaps pasca operasi lebih dari 2mm.
Background: Mandibular prognathism has the frequency among 15% to 23% of the entire population of southeast Asian people. Correction of such malocclusion can be done by performing mandibular setback using Bilateral Sagital Split Osteotomy (BSSO) method. Few research has categorized that setback mandibular as procedure with the low rate of stability among other orthognathic surgery procedures. However, this has become the method of choice until now.
Objective: To observe significant difference among post operative relapse on each small, moderate, and large mandibular setback after BSSO and BSSO combined with adjunct orthognathic surgery procedures on the maxilla in patients with mandibular prognathism.
Materials and Methods: Patients medical records including cephalometric radiographs preoperative, postoperative, and 6 months after BSSO and BSSO with adjunct orthognathic surgery procedures in the maxilla during year 2001 to 2017 gained from Oral Surgery Division and Orthodontics Division of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta was collected. Based on inclusion criteria, 16 samples was observed. Data correlation was analyzed using Fishers Exact test in Chi Square and hypothesis was evaluated using Mann-Whitney U Test
Conclusion: There is no significant difference was found in term of relapse on each small, moderate, and large mandibular setback in BSSO group and BSSO with adjunct orthognathic surgery procedures in the maxilla (Le Fort I). This study tend to have similarity as the past studies stated in term of more than 50% with post operative relaps more than 2mm