Hukum pertanahan nasional meninggalkan sistem kolonial yang dualistis menjadi suatu sistem yang utuh berdasarkan hukum adat. Hukum pertanahan nasional dalam Undang Undang Pokok Agraria didasarkan pada hukum adat dan mengakui eksitensi masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya sepanjang masih hidup. Tetapi pengakuan dan perlindungan tersebut mengalami pelemahan dengan lahirnya undang undang sektoral apalagi hak ulayat tersebut tidak secara tegas termuat dalam UUPA dengan merumuskan hak hak atas tanah yang dapat dijadikan sebagai rujukan hak ulayat tersebut. Hak ulayat yang merupakan hak dari masyarakat hukum adat, di satu pihak memiliki aspek kewenangan yang bersifat hukum publik untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, dan di lain pihak memiliki aspek hukum keperdataan, yang mengatur hubungan hukum antara anggota masyarakat hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa dan antara orang orang dalam perbuatan, menimbulkan benturan dengan hak menguasaai negara dalam konstitusi. Pengakuan hak ulayatdalam masyarakat yang berubah diassumsikan akan melemah seiring perubahan zaman, menyebabkan pengakuan dan penegasan hak ulayat tersebut dalam UUD NRI Tahun 1945 setelah Perubahan, hampir tidak berarti dilihat dari tujuan kesejahteraan rakyat, karena pemberian hak hak dan izin menggunakan lahan dengan skala besar kepada korporasi, menyingkirkan hak ulayat masyarakat hukum adat secara tidak adil. Lahirnya konsep hak komunal atas tanah bagi masyarakat hukum adat dalam kebijakan pemerintahan, meskipun mengandung kelemahan formal karena suatu materi muatan undang undang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria, namun konsep tersebut dapat menjadi jalan keluar saat ini dan dimasayang akan datang.