ABSTRAKPendahuluan:
Gejala klinis tuberkulosis (TB) pada HIV seringkali tidak khas sehingga diagnosis menjadi sulit. Hal ini mengakibatkan underdiagnosis atau overdiagnosis dengan konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Hingga saat ini, gejala dan tanda yang berhubungan dengan diagnosis TB paru belum banyak diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai diagnostik dari gabungan gejala (batuk, penurunan berat badan, demam, dan rontgen toraks) dalam diagnosis TB paru pada pasien HIV dan nilai tambah biakan MGIT 960 dalam meningkatkan kemampuan diagnosis TB paru pada pasien HIV.
Metode:
Penelitian potong lintang terhadap pasien HIV dengan kecurigaan TB yang datang ke Poli HIV atau pasien ruang rawat Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dari Oktober 2011 hingga April 2012. Hubungan gejala klinis dan radiologis dengan diagnosis TB (biakan Lowenstein Jensen) dianalisis dengan regresi logistik. Kemudian ditentukan kontribusi masing masing determinan diagnosis terhadap diagnosis TB. Kemampuan biakan MGIT 960 dalam menegakkan diagnosis TB dinilai dengan membuat kurva ROC dan menghitung AUC. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0.
Hasil:
Subjek penelitian umumnya laki-laki (63%) dengan median usia 32 (rentang 18-52) tahun, status gizi baik (43%), CD4 <50 μl sebanyak 48%. Risiko transmisi terbanyak adalah pengguna narkoba suntik (penasun) (51%). Dari analisis multivariat, demam dan penurunan berat badan mancapai kemaknaan secara statistik. Nilai area under curve (AUC) manifestasi klinis adalah 71,9%. Penambahan biakan BTA MGIT 960 akan meningkatkan AUC 24,9% menjadi 95,7%.
Simpulan:
Gabungan gejala demam dan penurunan berat badan mampu memprediksi diagnosis TB paru pada pasien HIV. Penambahan biakan BTA MGIT 960 bermanfaat meningkatkan kemampuan gabungan gejala klinis dalam diagnosis TB paru pada pasien HIV.