ABSTRAKPertumbuhan sektor industri non migas di Indonesia cenderung mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir (BPS, 2017), termasuk proporsinya terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB). Terkait hal tersebut, program utama Pemerintah yang menjadi flagship untuk pembangunan industri adalah pengembangan 14 kawasan industri prioritas di luar pulau Jawa (Bappenas, 2015), dengan pertimbangan untuk pemerataan pembangunan industri sekaligus meningkatkan populasi industri besar dan sedang yang jumlahnya juga cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir (BPS, 2017). Namun kebijakan ini belum didukung oleh persiapan dan perencanaan yang matang, yang dibuktikan dengan kurang berkembangnya hampir seluruh KIP yang ada. Kemudian pembangunan KIP sendiri merupakan proyek jangka menengah panjang yang tidak langsung terlihat hasilnya dalam jangka pendek sehingga kontradiktif dengan penetapan target pertumbuhan industri tahunan yang mencapai 5 hingga 6 % (RPJMN 2015 hingga 2019). Untuk itu, dilakukan analisis pembangunan industri berbasis kawasan yang bergerak dari pendekatan fundamental dari sisi pelaku usaha, yaitu melalui investasi pabrik baru ataupun ekspansi dari existing business melalui penurunan cost, peningkatan value added, ataupun perluasan pasar yang secara akumulasi mampu memberikan profit maksimal dari sisi bisnis dibandingkan alternatif lainnya. Dengan kata lain Kawasan Industri yang ditetapkan harus mampu memberikan keuntungan bagi pelaku usaha dengan memenuhi pendekatan tersebut. Kemudian beberapa best practice dari sejarah perkembangan KI di beberapa negara juga akan dibahas untuk mengidentifikasi beberapa faktor penting dalam membangun KI. Hasil akhir dari studi ini antara lain merekomendasikan perbaikan pola kebijakan dalam perencanaan pembangunan sektor industri, tahapan tahapan umum dari pembangunan KI berikut langkah langkah yang diperlukan terhadap existing KIP yang sedang dibangun, serta mainstream kebijakan yang diperlukan untuk pengembangan industri berbasis kawasan.