Pada tahun 2025 pemerintah menargetkan peran energi baru terbarukan (EBT) minimal 23% dari bauran energi nasional ketenagalistrikan. Salah satu jenis EBT adalah panas bumi yang menjadi salah satu potensi yang besar. Berdasakan data Kementiran ESDM, potensi energi panas bumi sebesar 28.579 MWe yang terdiri dari sumber daya sebesar 11.073 MWe dan cadangan sebesar 17.506 MWe. Selain itu berdasarkan RUPTL 2019-2028, komposisi bauran energi listrik regional Sumatera akan mencapai 38,5% bersumber EBT atau mencapai total 2647,1 MW yang terdiri dari air sebesar 20,1%, panas bumi sebesar 19,5%, dan sumber EBT lainnya sebesar 1,9%. Pada tahun 2019-2023, terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang direncanakan akan memasuki sistem interkoneksi Sumatera Utara pada dengan total kapasitas 240 MW. Oleh karena itu, studi interkoneksi dibutuhkan untuk mengetahui efek dari pembangkit terhadap jaringan interkoneksi dan kesesuaian dengan standar yang ada. Studi interkoneksi yang dilakukan terdiri dari studi aliran daya, studi stabilitas sistem tenaga listrik, dan studi hubung singkat menggunakan perangkat lunak DIgSILENT Power Factory 2019 SP 4. Hasil dari studi aliran daya menunjukan level tegangan pada pembangkit dan dua Gardu Induk (GI) terdekat sesuai dengan aturan yang berlaku pada Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Sumatera 2007 2.1.b yang menyebutkan standar tegangan pada jaringan interkoneksi 150 kV harus selalu diantara 135 kV dan 165 kV (±10% tegangan nominal). Selain itu, stabilitas sistem tenaga listrik dilihat dari parameter tegangan, frekuensi dan sudut rotor. Jaringan interkoneksi tetap stabil ketika ada gangguan di salah satu generator pembangkit, gangguan di satu atau dua saluran antara pembangkit dan GI terdekat, dan pelepasan beban di salah satu GI. Ketidakstabilan terjadi ketika dua GI terdekat terisolasi dengan jaringan interkoneksi Sumatera yang menghasilkan pemadaman total. Sementara itu, penambahan kapasitas pembangkit pada sistem interkoneksi 150 kV Sumatera Utara menyebabkan nilai arus hubung singkat di GI meningkat. Seluruh nilai arus hubung singkat masih memenuhi standar IEEE Std C37.06-2009.
In 2025 the government is targeting the renewable energy at least 23% of the national electricity energy mix. One type of renewable energy is geothermal which has a great potential. Based on the Ministry of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia data, the potential for geothermal energy is 28,579 MWe consisting of resources 11,073 MWe and reserves 17,506 MWe. Further based on 2019-2028 RUPTL, the composition of Sumatra's regional electric energy mix will reach 38.5% from renewable sources or reach a total of 2647.1 MW consisting of water 20.1%r, geothermal 19.5%, and other renewable sources by 1.9%. In 2019-2023, there is a Geothermal Power Plant which is planned to enter the North Sumatra interconnection system with a total capacity of 240 MW. Therefore, an interconnection study is needed to determine the effect of the new power plant on the interconnection grid and compliance with the standards. Interconnection studies carried out consist of power flow, stability, and short circuit study using the DIgSILENT Power Factory 2019 SP 4 software. The results of the power flow study show that the voltage level at the power plant and the two closest substations is in accordance with the Grid code Electricity System Power System 2007 2.1.b which states the voltage standard on the 150 kV interconnection grid must always be between 135 kV and 165 kV (± 10% nominal voltage). In addition, the stability of the electric power system can be seen from the voltage, frequency and rotor angle parameters. The grid remains stable when there is a disturbance in one of the power plant generators, disturbance in one or two cables between power plant and the nearest substation, and the release of load in one of the substations. Instability occurs when it is isolated with the Sumatra interconnection grid which results in total blackouts. Meanwhile, the addition of generating capacity through PLTP in the 150 kV North Sumatra interconnection system causes the value of short circuit current in substations increase. All short circuit current still meets IEEE Std C37.06-2009 standard.