Upaya nasional menuju pembangunan berkelanjutan memengaruhi pemerintah daerah dalam membuat arah kebijakannya, khususnya kebijakan penganggaran. Namun, meski dianggap penting bagi, anggaran fungsi lingkungan hidup sering termarjinalisasi dalam penentuan anggaran negara. Studi ini mencoba untuk menganalisa pengalokasian dan pemanfaatan ‘anggaran hijau’ tersebut pada masa Rencana Pembangunan Jangka Mengah Provinsi DKI Jakarta (2013-2017). Metodologi yang digunakan adalah analisa konten pada dokumen APBD Provinsi DKI Jakarta dan melakukan wawancara untuk menggali potensi hambatan dan penggerak yang berimbas pada celah antara alokasi dan realisasi anggaran. Dari hasil Analisa didapatkan alokasi ‘anggaran hijau’ rata-rata sebesar 6,1% dari keseluruhan postur anggaran provinsi, yang secara signifikan lebih tinggi dari anggaran yang sama pada tingkat nasional sebesar 0,8 – 1%. Namun, realisasi rata-rata realisasi anggaran adalah rendah pada 47,1% dari anggaran yang dialokasikan. Selanjutnya, dari Analisa klasifikasi COFOG didapatkan bahwa fungsi Perlindungan Keanekaragaman Hayati dan Lahan mendapatkan porsi terbesar dalam anggaran fungsi lingkungan hidup. Hasil wawancara memperlihatkan bahwa aspek Kolaborasi adalah yang utama dalam mendukung tercapainya kebijakan urusan lingkungan, sementara aspek Kapasitas Staf Pemerintah, Kepedulian Publik, dan Keselarasan Kebijakan dianggap sebagai hambatan yang utama dalam mewujudkan kebijakan yang berpihak terhadap lingkungan sehingga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.
The national struggle for sustainable development influenced the sub-national governments level in composing their policy directions especially public budget policy. Nonetheless, although the environmental protection function is important, it tends to be marginalized in the national budgetary debates. This study, therefore, attempts to analyse the ‘green budget’ allocation and utilization within the Regional Medium-term Development Plan 2013 – 2017 of Jakarta Province. The methodology draws on descriptive analysis of derived data from annual provincial budget documents, and in-depth interview analysis explored potential barriers and drivers give rise to gaps in budget between the allocation and realization stage. Results show that the allocated ‘green budget’ posture of Jakarta Province was 6.1% in the five years average, significantly higher when compared to the national level at 0.8 – 1 percent. However, the realization was low with average actual spending at 47.1% of the total allocated budget. In addition, based on COFOG, the biggest function/purpose supported by the environmental affairs budget was biodiversity and land protection which are responsible for green open space provision in Jakarta Province. The interviews point to the collaboration aspect among the profound drivers to support environmental affairs policy. Meanwhile, the aspects of staff capacity, public awareness, and policy alignment are believed to be significant barriers that the government is recommended to take into consideration.