Mobilitas ulang alik (commuting) telah menjadi fenomena global di seluruh kota-kota metropolitan di dunia termasuk Indonesia. Kegiatan perekonomian/bisnis cenderung berada di pusat kota, mengharuskan mereka bermobilitas (commuting) untuk bekerja. Mereka berhadapan kemacetan/kepadatan, polusi, durasi commuting yang panjang, hal ini diperberat buruknya sistem transportasi publik. Pada perempuan kondisi tersebut menjadi permasalahan tersendiri, dikarenakan perempuan bekerja tidak serta merta dapat melepaskan peran domestiknya. Tujuan studi ini menganalisis apakah commuting berkaitan dengan kualitas hidup komuter, dan apakah peran gender memodifikasi pengaruh commuting terhadap kualitas hidup komuter. Studi ini menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tiga Kawasan Metropolitan di Indonesia, yaitu Jabodetabek tahun 2014, Mebidang dan Sarbagita tahun 2015.
Sampel studi: Pekerja komuter berusia 15-65 tahun di wilayah tersebut dengan kriteria eksklusi adalah commuting dengan berjalan kaki/bersepeda (active commuting). Untuk memperkaya studi ini dilakukan studi kualitatif. Temuan studi ini membuktikan adanya commuting paradox pada komuter, perempuan memiliki pola commuting yang khas multi-trips dan multi-destinatios. Temuan lain studi pola commuting berhubungan negative dengan kualitas hidup lebih baik belum dapat dibuktikan. Peran gender berpengaruh terhadap negative terhadap kualitas hidup komuter. Selain itu efek commuting terhadap kualitas hidup berbeda menurut kewilayahan. Beberapa rekomendasi studi ini bahwa beban commuting harus diminimalisir dengan mengembangkan sistem transportasi public yang handal dan humanis dan ramah perempuan, serta dan juga mendorong penggunaan transportasi massal lewat dengan kampanye dari perspektif kesehatan masyarakat.
Commuting has become a global phenomenon in various metropolitan cities in the world including Indonesia. Economic and business activities tend to be located in the city center has requires people live suburb area to commute to work. The people facing several problems such as traffic, pollution, long duration of commuting also poor transportation system. For women, this condition becomes a real problem, because women have dual role within the households. The purpose of this study is to analyze whether commuting have an impact for the quality of life of commuters, and whether gender roles also influence of commuting on the quality of life. This study uses 2015 and 2014 Central Bureau of Statistics (BPS) data on three municipality in Indonesia, namely Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok Tangerang and Bekasi) and Mebidang (Medan, Binjai, dan Deli Serdang) and Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Sample study: Commuter workers aged 15-65 years within three municipality with exclusion criteria are walker and people whose work by cycling (active commuting). To enrich this study a qualitative study was conducted. The findings of this study prove the existence of commuting paradoxes in commuters, women have a commuting pattern that is typical of multi-trips and multi-destinations and commuters with minor gender roles have a better quality of life. In addition, the effects of commuting on quality of life differ according to region/area. Some recommendations from this study that the burden of commuting must be minimized by developing a reliable public transportation system that is friendly to women, and providing subsidies for low-income commuters, and also encouraging the use of mass transportation through campaigns from a public health perspective.