Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana alternatif kebijakan tarif pajak progresif atas tanah terlantar di DKI Jakarta dan mengidentifikasi apa saja keunggulan dan kelemahan pengenaan Pajak Progressif Atas Tanah Terlantar Di DKI Jakarta. Masalah ini di fokuskan pada tanah terlantar yang berada di daerah DKI Jakarta, dan dalam mendekati masalah ini dipergunakan acuan dari beberapa teori yang mana ada teori pajak progresif dan konsep dari tanah terlantar. Data-data di kumpulkan melalui Studi lapangan dalam kajian ini dilakukan melalui wawancara mendalam dan juga melakukan studi pustaka dengan cara membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok permasalahan kajian,dan juga mengumpulkan informasi data kepustakaan dari buku-buku yang berkaitan, peraturan perundangan-undangan, makalah atau karya ilmiah, jurnal, surat kabar, dan tulisan-tulisan yang relevan dan dianalisis secara kualitatif.
Kajian ini menyimpulkan bahwa alternatif kebijakan tarif pajak progresif atas tanah terlantar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimana undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut belum memadai untuk dapat diterapkan pada tanah-tanah non-pertanian atau tanah-tanah hak milik, hak pakai, maupun hak guna usaha. Hal ini karena keduanya belum mengatur pembatasan luasan tanah non-pertanian, maupun luasan tanah hak milik, hak guna bangunan, serta hak pakai baik bagi perorangan maupun badan hukum. Meski begitu, alternatif kebijakan ini diyakini dapat secara efektif menekan pola konsentrasi pemilikan dan penguasaan tanah serta perilaku spekulatif terhadap tanah dan badan hukum yang menimbun tanah. Pengenaan tarif pajak progresif dengan melihat lamanya kepemilikan yang di adopsi dari negara Korea Selatan juga dirasa mampu menjadi cara yang cukup bagus dalam menangani masalah tanah terlantar ini. Hasil penelitian terkait pengenaan tarif pajak progresif atas tanah terlantar (
idle land) dengan menggunakan skema
excess atau pemungutan tambahan diatas Pajak Bumi Bangunan yang sudah dikenakan sebelumnya.
This paper aims to analyze how alternative policies on progressive tax rates on idle land in DKI Jakarta and identify what are the advantages and disadvantages of the imposition of Progressive Taxes on Idle Land in DKI Jakarta. This problem is focused on wastelands in the DKI Jakarta area, and in approaching this problem the reference to several theories is used in which there are progressive tax theories and concepts of wastelands. The data collected through field studies in this study were conducted through in-depth interviews and also conducted a literature study by reading the literature relating to the subject matter of the study, and also collecting library data information from related books, legislation and regulations, papers or scientific papers, journals, newspapers, and writings that are relevant and analyzed qualitatively. This study concludes that alternative policies for progressive tax rates on idle land in the Jakarta Special Capital Region. Where the laws and government regulations are not sufficient to be applied to non-agricultural lands or land rights. This is because both of them have not yet set limits on the extent of non-agricultural land, as well as the area of ownership rights, building rights, and usage rights for both individuals and legal entities. Even so, this alternative policy is believed to be able to effectively suppress the pattern of concentration of ownership and control of land as well as speculative behavior towards land and legal entities that hoard land. The imposition of progressive tax rates by seeing ownership in adoption from the South Korean state is also deemed to provide a fairly good way of dealing with this Idle Land problem. The results of the study related to the imposition of a progressive tax on abandoned land by using excess or additional collection of Building Land Tax that had been imposed previously.