Kejahatan narkotika merupakan salah satu bentuk kejahatan tidak biasa yang dilakukan secara sistematis, menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi canggih serta dilakukan secara terorganisir (organization crime) dan sudah bersifat transnasional (transnational crime). Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1976 menandakan keseriusan dari pemerintah untuk menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkotika. Kota-kota besar di Indonesia merupakan daerah transit peredaran narkoba, namun seiring perkembangan globalisasi dunia, kota-kota besar di Indonesia sudah merupakan pasar peredaran narkoba. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan Hakim. Penegakan hukum seharusnya diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap meningkatnya perdagangan gelap serta peredaran narkotika, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap narkotika tersebut.
Tesis ini menganalisis mengenai Penanganan Tindak Pidana Narkotika Oleh Polres Jakarta Barat Studi Kasus: Pengungkapan Pabrik Sabu Di Cipondoh Tangerang. Dimana dalam kasus tersebut dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi, dan sangat rahasia. Tindak pidana narkoba yang telah berkembang menjadi kejahatan yang bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi yang canggih, termasuk pengamanan hasil-hasil tindak pidana narkoba. Pabrik sabu Cipondoh ini mampu memproduksi sabu setara dengan sabu kualitas impor. Bahkan dikatakan bahwa pabrik sabu pertama di Indonesia yang kualitasnya setara dengan kualitas impor. Adapun Bentuk penanganan terhadap kasus tindak pidana dalam konteks penanganan kasus pabrik sabu Cipondoh ini dilakukan mulai dari: pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan barang bukti lewat laboraturium. Sedangkan dalam penanganan kasus pabrik Cipondoh ini terdapat faktor penghambat yakni: 1.Faktor Hukum; 2.Faktor Aparatur Penegak Hukum; 3.Faktor Lingkungan; 4.Faktor Masyarakat; 5.Faktor SDM; 6.Faktor Kebudayaan, sementara faktor yang membantu penanganan Pabrik sabu Cipondoh Tangerang ini adalah: 1.Faktor Hukum; 2.Faktor Penegak Hukum; 3.Sarana & Prasarana; 4.Faktor Masyarakat.
The narcotics offense is a form of unusual crime that is carried out systematically, using high-level modus operandi and sophisticated technology, and performed in an organized manner (organization crime) and transnational in nature (transnational crime). With the enactment of Law Number 35 of 2009 on Narcotics replacing Law Number 22 of 1997 and Law Number 9 of 1976 signifies the seriousness of the government in overcoming the danger of narcotics abuse. The big cities in Indonesia are transit areas of drug trafficking, but along with the development of world globalization, the big cities in Indonesia have become drug trafficking markets. Law enforcement against narcotics offenses has been largely carried out by law enforcement officers and received many verdicts. Law enforcement should be expected to become a deterrent factor against the increase of narcotics illicit trade and trafficking. However, in reality, as law enforcement intensifies, the narcotics trafficking and illicit trade also increase. This thesis analyzes the Narcotics Offense Handling by the West Jakarta Sub-regional Police Case Study: Disclosure of the Crystal Meth Factory in Cipondoh, Tangerang. In this case, the offense is performed together, in fact by a well-organized, orderly and covert syndicate. The drug offense developed into a transnational crime, applying the use of sophisticated modus operandi and technology, including securing proceeds from the drug offense. The Cipondoh crystal meth factory was able to produce crystal meth of imported quality. It was in fact stated as the first crystal meth factory in Indonesia with a quality equivalent to imported quality. The handling of the criminal case in the context of the Cipondoh crystal meth factory case was conducted beginning with: summons, arrest, detention, search, seizure, laboratory examination of evidence. In handling the Cipondoh factory case, there are impeding factors namely: 1.Legal Factor; 2.Law Enforcement Officer Factor; 3.Environmental Factor; 4.Community Factor; 5.Human Resources Factor; 6.Cultural Factor, whereas factors that facilitate the handling of the Cipondoh Tangerang crystal meth factory are: 1.Legal Factor; 2.Law Enforcement Factor; 3.Infrastructure; 4.Community Factor.