Konsekuensi dari lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUUXIV/ 2016, yaitu bahwa kata dapat dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut dinilai tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 tentang kepastian hukum yang adil. Sehingga yang semula tindak pidana korupsi dianggap tindak pidana formil, sehingga unsur merugikan keuangan negara bukanlah unsur esensial, menjadi sebaliknya, yaitu unsur merugikan negara menjadi esensial sehingga unsur kerugian negara harus dibuktikan terlebih dahulu oleh lembaga yang berwenang. Namun hal tersebut tidak tercermin di dalam perkara Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr yang menjerat Terdakwa yang merupakan pejabat PT Bank Negara Indonesia (BNI), dimana majelis hakim menghukum terdakwa 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dan denda Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan subsider kurungan tambahan 2 (dua) bulan penjara sebagai pihak yang dianggap bertanggung jawab atas pemberian kredit yang berujung kredit macet (non performing loan) dan dianggap dapat berpotensi merugikan negara, padahal senyatanya: 1. Kerugian BUMN bukan otomatis menjadi kerugian negara, 2. belum pernah dilakukan appraisal oleh lembaga yang berwenang terhadap potensi kerugian negara atas kredit macet BNI Rengat dengan kata lain kerugian negara belum terbukti, serta berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan tidak terdapat kerugian yang ditimbulkan oleh kredit macet yang dimaksud dan 3. Unsur memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi tidak terpenuhi karena pimpinan BNI Rengat sama sekali tidak menikmati uang dari hasil kredit macet tersebut. Dalam penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif ini didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Majelis Hakim sebagai pihak yang dianggap mengetahui hukum dalam perkara aquo tidak cermat dalam memutus perkara, karena tidak mempertimbangkan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016. Sehingga dengan diputusnya terdakwa melakukan tindak pidana korupsi, maka upaya recovery kerugian yang semula menjadi tujuan pemulihan kredit macet, menjadi tidak tercapai dengan adanya kurungan badan bagi terdakwa.
The consequence of the issuance of Constitutional Court Number 25/PUUXIV/2016, which the word can in Article 2 and Article 3 of Law Number 31 Year 1999 regarding Eradication of Corruption Crimes is deemed to have no legal binding legal force and contradicts with Article 28D Constitution regarding the fair legal certainty. Therefore, the corruption was considered as formal crime beforehand, so the element of state loss did not become essential element, while now the state loss element becomes essential therefore it should be proven in advance by the authorize body. But this is not reflected in the case number 46/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr which penalize the Defendant as official of one of the state owned enterprise bank (BUMN) of PT Bank Negara Indonesia (BNI), where panel of judges punished Defendant 1 (one) year 4 (four) months and imposed fine in the amount of Rp 50.000.000 (fifty million rupiah) with additional confinement subsidiary of 2(two) months in prison as the party which considered responsible towards the credit provide that leads to non-performing loan and considered potentially detrimental the state, while in fact: 1.The loss of State owned enterprise does not automatically become the state loss 2. It has not been conducted appraisal by the authorize body towards the potential state loss caused by the non performing loan of BNI Rengat, or in the other hand the potential state loss has not been proven, and based on the witness testimonial in the court there is no state loss caused by non performing loan and 3. The element of enriching himself or any corporation was not fulfilled because the Director of BNI Rengat at that time did not enjoy or receive money from the non performing loan. In this research which use juridical-normative method, was obtained the research result which shows that Panel of Judges as parties who know the law in the aquo case, did not take careful action in deciding the case because they did not consider the Decision of Constitutional Court Number 25/PUU-XIV/2016. Therefore, by the decision that the Defendant was considered conducting corruption, then the recovery attempt which basically becomes the recovery of the loss, will not be achieved due to the body confinement for Defendant.