Tulisan ini bertujuan untuk rekonstruksi Gedanke Frege yang dapat diperluas pada analisis seperti sastra, humaniora, dan bahasa sehari-hari. Dalam tulisan ini, Gedanke diinterpretasikan sebagai potensialitas kebenaran dalam setiap pernyataan, di mana semua pernyataan dapat dimungkinkan benar dan dapat diserap per kalimatnya tanpa terlebih dahulu menuntut jalinan kalimat lainnya atau konteks eksternal yang memotivasi kalimat tersebut. Potensialitas tersebut mensyaratkan adanya korelasi antara Gedanke dengan `ada` sebagai penunjuk bahwa kalimat selalu merepresentasikan `ada` dalam konteks kalimat itu sendiri. Hal tersebut memerlukan sebuah interpretasi baru, karena kecenderungan komentator Frege yang cenderung mengatribusikan Gedanke dengan Being as such. Dari sana, potensialitas kebenaran berkorelasi dengan informasi yang kita miliki, sehingga ada proses saling merefleksi antara informasi dari konteks kalimat sendiri dengan kita, di mana yang benar adalah menjadi fakta. Dapat dikatakan, informasi bukan saja melebur, tetapi menjadi komparasi. Terakhir, fakta digunakan kembali untuk dikomunikasikan melalui pernyataan. Lingkaran interpretasi Gedanke tersebut saya sebut sebagai `hermeneutik analitik`. Sebuah konsep yang inheren dalam tradisi hermeneutika sekaligus analitik dalam perdebatan bahasa dan kebenaran. Hal tersebut merupakan perdebatan yang dimungkinkan dalam tulisan ini, sekaligus konsekuensi lebih luas dari aplikabilitas Gedanke dalam ranah bahasa yang lebih luas dari bahasa matematis. Metode yang dipakai adalah refutasi terhadap definisi gedanke seperti dari Dummet paralel dengan interpretasi Gedanke secara stipulatif, serta mengkonstruksi definisi stipulatif dari kalimat dan demonstratif teori John Perry dan Gareth Evans.
This paper aims to reconstruct Frege`s Gedanke which can be extended to analyzes literature, humanities, and everyday language. In this paper, Gedanke is interpreted as the potentiality of truth in each statement, in which all statements can be possibly true and can be absorbed per sentence without first demanding other interlacing sentences or the external context that motivates the sentence. This potential requires a correlation between Gedanke and being as a pointer that the sentence always represents being in the context of the sentence itself. This requires a new interpretation, because of the tendency of Frege commentators who tend to attribute Gedanke to Being as such. From there, the potentiality of truth correlates with the information we have, so that there is a process of mutual reflection between information from the context of our own sentence, where the truth is fact. It can be said, information is not only fused, but becomes a comparison. Finally, the facts are reused to be communicated through statements. I call the Gedanke circle of interpretation "herhemeutic analytic." A concept inherent in the hermeneutic tradition as well as analytic in language and truth debates. This is the debate that is possible in this paper, as well as wider consequences of the applicability of Gedanke in the wider realm of language than mathematical language. The method used is the refutation of the definition of gedanke as from Dummet parallel with the stipulative interpretation of Gedanke, as well as constructing the stipulative definition of the sentence and demonstrative theories of John Perry and Gareth Evans