Kasunanan Surakarta merupakan salah satu kerajaan semi-otonom yang diberi hak oleh Belanda untuk mengatur birokrasinya sendiri. Birokrasinya adalah birokrasi tradisional. Kekuasaan pemerintah kolonial yang kian menguat, terutama selepas Perang Jawa, menjadikan birokrasi itu berkedudukan di bawah birokrasi kolonial. Ketika Indonesia merdeka, birokrasi tradisional di Kasunanan hancur dan digantikan oleh birokrasi modern. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses keruntuhan birokrasi tradisional di Kasunanan Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dimulai dari pengumpulan sumber (heuristik), melakukan kritik sumber, interpretasi sumber, dan yang terakhir menuliskan hasilnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keruntuhan birokrasi tradisional di Kasunanan Surakarta disebabkan oleh tuntutan yang disuarakan kalangan anti-swapraja yang menganggap kerajaan sebagai kaki tangan Belanda dan ketidakpedulian Sunan terhadap gerakan revolusi yang sedang menggema. Keruntuhannya sejalan dengan hilangnya status istimewa yang sempat dirasakan wilayah Surakarta. Setelah runtuh, pemerintah Republik Indonesia membentuk birokrasi modern di daerah Surakarta dan menempatkannya di bawah provinsi Jawa Tengah.
Kasunanan Surakarta was one of the semi-autonomous kingdoms that had the right of the Dutch to regulate its own bureaucracy. Its bureaucracy was traditional bureaucracy. The authority of the colonial government grew stronger, especially after the Java War, which put the bureaucracy under the colonial bureaucracy. When Indonesia gained independence, the traditional bureaucracy in Kasunanan was destroyed and replaced by a modern bureaucracy. This study aimed to explain the process of the collapse of traditional bureaucracy in Kasunanan Surakarta. This study used a historical method by conducting the source collection (heuristics), source criticism and source interpretation, and finally writing the results. The results showed that the collapse of the traditional bureaucracy in Kasunanan Surakarta was caused by the demands of anti self-governing community who regarded the kingdom as the Dutch accomplice and Sunan’s indifference to the ongoing revolutionary movement. The collapse coincided with the omission of special status from Surakarta region. After collapsed, the Republic of Indonesia formed a modern bureaucracy in Surakarta area which placed under the province of Central Java.