High-strength low alloy steel atau biasa disebut baja HSLA merupakan material yang digunakan untuk komponen excavator bucket tooth pada industri alat berat. Komponen ini diproduksi di Indonesia tanpa adanya kegagalan pada produk, namun ketika diekspor ke luar negeri, produk mengalami retak yang diindikasikan sebagai delayed crack. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa delayed crack ini terjadi akibat hadirnya austenit sisa yang merupakan fasa metastabil dan dapat bertransformasi secara isotermal menjadi fasa lain serta menghasilkan tegangan sisa sehingga berujung pada inisiasi retak. Penelitian ini memfokuskan pada metode untuk mengurangi jumlah austenit sisa dengan memvariasikan waktu tempering pada perlakuan double tempering (QTT). Namun, nilai kekerasan akhir juga dipertimbangkan pada penelitian ini agar sesuai pada standar komponen industri alat berat. Temperatur tempering yang digunakan adalah 205°C dan waktu tempering yang digunakan adalah 68 menit x 2 (t1), 81 menit x 2 (t2), 94 menit x 2 (t3), dan 107 menit x 2 (t4). Perlakuan tempering dapat secara efektif menurunkan jumlah austenit sisa karena ketika tempering austenit sisa akan terdekomposisi menjadi fasa lain. Selama perlakuan tempering juga, martensit akan terdekomposisi menjadi tempered martensite sehingga kehilangan sebagian atom karbonnya (loss of tetragonality) dan menjadi lebih lunak. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah OM, SEM, Image-J (image analyzer), microvickers (kekerasan mikro), dan Rockwell C (kekerasan makro). Setelah dianalisis, penelitian ini mendapatkan hasil mikrostruktur berupa martensit (fresh martensite & tempered martensite), bainit (lower bainite), dan austenit sisa. Ditemukan pula karbida transisi pada bilah-bilah martensit. Ukuran fasa martensit (panjang bilah/jarum) tidak mengalami perubahan yang signifikan (cenderung seragam) seiring peningkatan waktu tempering. Peningkatan waktu tempering memengaruhi jumlah austenit sisa yang mengalami penurunan dan jumlah tempered martensite meningkat. Jumlah austenit sisa seiring peningkatan variabel waktu tempering mengalami penurunan dari 2.88%, 1.93%, 1.15%, dan 0.65%. Sementara itu, nilai kekerasan yang dihasilkan seiring meningkatnya waktu tempering adalah 49.43 HRC, 48.21 HRC, 47.78 HRC, dan 46.93 HRC dimana nilai kekerasan mengalami penurunan yang tidak signifikan. Maka, peningkatan waktu tempering dari 68 menit x 2 (t1), 81 menit x 2 (t2), 94 menit x 2 (t3), hingga 107 menit x 2 (t4) akan menurunkan potensi terjadinya delayed crack karena jumlah austenit sisa dapat berkurang, namun tetap memiliki nilai kekerasan yang baik.
The high-strength low alloy steel or commonly called HSLA steel is a material used for bucket tooth excavator components in the heavy equipment industry. This component was produced in Indonesia without product failure, but when exported abroad, the product experienced cracks which was indicated as delayed crack. Previous studies have suggested that this delayed crack occurred due to the presence of retained austenite which is a metastable phase and can be transformed isothermally into another phase and produces residual stress resulting in crack initiation. This study focuses on methods to reduce the amount of retained austenite by varying the tempering time in the double tempering (as-QTT) treatment. However, the final hardness value was also considered in this study to fit the heavy equipment industry component standard. The tempering temperature was 205°C and the tempering time was 68 minutes x 2 (t1), 81 minutes x 2 (t2), 94 minutes x 2 (t3), and 107 minutes x 2 (t4). The tempering treatment can effectively reduce the amount of residual austenite because when tempering the retained austenite will decompose into another phase. During tempering too, martensite will decompose into tempered martensite so that it loses some of its carbon atoms (loss of tetragonality) and becomes softer. The characterizations carried out in this study are OM, SEM, Image-J (image analyzer), microvickers (micro hardness), and Rockwell C (macro hardness). After being analyzed, this study obtained the results of microstructure in the form of martensite (fresh martensite & tempered martensite), bainite (lower bainite), and retained austenite. Also found transition carbides on martensite laths. The size of the martensitic phase (length of the lath/needle) does not change significantly (tends to be uniform) with increasing tempering time. An increase in tempering time affects the amount of retained austenite that has decreased and the amount of tempered martensite increases. The amount of retained austenite with increasing tempering time variables decreased from 2.88%, 1.93%, 1.15%, to 0.65%. Meanwhile, the value of hardness produced with increasing tempering time was 49.43 HRC, 48.21 HRC, 47.78 HRC, and 46.93 HRC where the value of hardness experienced an insignificant decrease. Thus, increasing the tempering time from 68 minutes x 2 (t1), 81 minutes x 2 (t2), 94 minutes x 2 (t3), until 107 minutes x 2 (t4) will reduce the potential for delayed cracks to occur because the amount of retained austenite can be reduced, but still has a good hardness value.