Dalam tulisan ini saya tertarik untuk membahas mengenai kehidupan pengamen ondel-ondel jalanan sebagai kaum marginal yang beradaptasi dan bertahan hidup di perkotaan dengan memanfaatkan kesenian ondel-ondel Betawi untuk mengamen. Penelitian dilaksanakan di wilayah Pasar Gaplok, Kramat Pulo, Jalan Kembang Pacar, Kelurahan Kramat, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, yang biasa disebut dengan kampung ondel-ondel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipan. Fokus perhatian dalam skripsi ini untuk mengetahui bagaimana proses degradasi budaya kesenian ondel-ondel Betawi dari bentuk tradisi yang sakral menjadi pertunjukan ondel-ondel jalanan yang dikomersialisasikan, saya kemudian mencari tahu alasan para pengamen jalanan menggunakan kesenian ondel-ondel sebagai sarana untuk mengamen dan bertahan hidup di kota Jakarta. Hasil Penelitian menunjukkan minimnya lapangan pekerjaan, pemahaman yang rendah terhadap kebudayaan, keterbatasan pengetahuan dan kemampuan membuat para pengamen memanfaatkan kesenian ondel-ondel Betawi untuk mengamen secara terus-menerus. Hal ini merupakan sebuah pilihan yang ditempuh pengamen ondel-ondel jalanan agar tetap dapat melangsungkan kehidupan mereka yang terkepung dalam kemiskinan
In this thesis, I am interested in discussing the life of street ondel-ondel buskers as marginal people who adapt and survive in urban areas by utilizing Betawi ondel-ondel art for busking. The study was conducted in the Gaplok Market area, Kramat Pulo, Jalan Kembang Pacar, Kramat Village, Senen District, Central Jakarta, commonly referred to as ondel-ondel village. The method used in this study is a qualitative research method with in-depth interviews and participant observation. The focus of attention in this thesis is to find out how is the process of degradation of Betawi ondel-ondel art culture from the form of sacred traditions to commercialized street ondel-ondel performance, then I search for out the reasons for street buskers in using ondel-ondel art as a means of busking and survival in the city of Jakarta. The results shows that lack of jobs, a low understanding of culture, limited knowledge and the ability have made buskers use Betawi ondel-ondel art for busking on an ongoing basis. This way of life has been chosen by the street buskers to make them continue on living their lives trapped in poverty.