ABSTRAKKonsumsi listrik Indonesia meningkat setiap tahun. Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura, konsumsi listrik per kapita Indonesia masih sangat rendah. Pemerintah Indonesia harus menjamin ketersediaan serta pemerataan akses listrik. Namun, sebagian besar pembangkit listrik yang ada di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil. Dalam rangka menjamin ketersediaan listrik di masa mendatang, Pemerintah Indonesia mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga energi baru dan terbarukan. Salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga biomassa yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia diantaranya adalah memberikan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm). Dengan demikian, dilakukan analisis terkait critical success factor (CSF) perusahaan pengembang PLTBm, pemanfaatan kebijakan fasilitas pajak penghasilan ditinjau dari asas perpajakan, serta kebijakan insentif pajak penghasilan di Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik analisis data kualititatif. Dari hasil wawancara mendalam dan studi literatur, terdapat 4 jenis CSF yang memengaruhi keberhasilan pengembangan PLTBm antara lain faktor industri yang adalah planning pengadaan PLTBm oleh PT PLN dan dukungan perbankan lokal, faktor strategis yang adalah pengadaan kontrak dengan penyedia bahan bakar biomassa dan pemilihan lokasi PLTBm yang sesuai, faktor lingkungan yang adalah peraturan pemerintah dan teknologi, serta faktor temporal yang adalah memilih negara tujuan ekspansi dan realokasi sumber daya. Terkait pemanfaatan fasilitas PPh di Indonesia, masih belum banyak perusahaan yang memanfaatkannya karena pelaku usaha yang juga belum banyak serta sosialisasi yang belum masif. Di Amerika Serikat, bentuk fasilitas PPh yang diberikan adalah production tax credit. Fasilitas PPh diperlukan sebagai pendorong pengembangan PLTBm.