ABSTRAKPenelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kebijakan desentralisasi fiskal terhadap program Belanja Anti Kemiskinan yaitu Belanja Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Belanja Bantuan Kesehatan Penduduk Miskin (BKES) dalam kurun waktu tahun 2014 s.d. 2016 di seluruh kabupaten/kota Indonesia. Dua program tersebut merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan realisasi dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya dalam rangka mengurangi kemiskinan. Untuk mengevaluasi BSM dan BKES, penelitian ini menggunakan 4 (empat) buah model ekonometri. Berdasarkan hasil kajian, masing-masing program belanja menunjukkan pengaruh yang berbeda-beda: alokasi atas belanja anti kemiskinan untuk Belanja Bantuan Siswa Miskin dipengaruhi secara positif oleh DAK dan DBH; dan untuk alokasi Belanja Kesehatan Penduduk Miskin dipengaruhi secara positif oleh DAU dan dipengaruhi secara negatif oleh DAK. Melalui penelitian ini program Bantuan Siswa Miskin menunjukkan pengaruh signifikan dalam menurunkan kemiskinan, namun hal ini tidak berlaku secara umum karena tergantung dengan indikator kemiskinan yang digunakan. Perbedaan tersebut dapat terlihat dalam beberapa kasus yang diuji melalui simulasi dari beberapa model yang menunjukkan terdapat variasi perubahan atas komponen DAU dan DAK untuk belanja anti kemiskinan yang mempengaruhi besaran alokasi belanja tergantung dari kapasitas masing-masing daerah. Berdasarkan hasil penelitian, program belanja BSM menunjukkan hasil yang efektif dalam menurunkan kemiskinan, sehingga perlu untuk tetap dilanjutkan dengan mempertimbangkan pada kebutuhan dan karakteristik daerahnya seperti ukuran pendidikan dan kesehatan agar tepat sasaran. Selain itu pula alokasi DAU perlu terus ditingkatkan dan disalurkan secara tepat waktu agar alokasi belanja anti kemiskinan tetap terjaga secara efektif dan efisien.
ABSTRACTThis research aims to analyze the effect of fiscal decentralization policies on the Anti Poverty Expenditure program, namely Poor Student Assistance (BSM) Expenditure and Poor Population Health Assistance (BKES) Expenditure in the year of 2014 until the year of 2016 in all districts/cities of Indonesia. The two programs are part of the realization of the implementation of the realization of central government transfer funds to local governments, especially to reducing poverty. To evaluate the BSM Expenditure and the BKES Expenditure, this research uses 4 (four) econometric models. Based on the results of the study, each expenditure program showed different effects: the allocation of anti-poverty expenditure for BSM was positively influenced by DAK and DBH; and for the allocation of BKES was affected positively by DAU, and negatively affected by DAK. Through this research the Poor Student Assistance program shows a significant effect in reducing poverty, but this does not apply in general because it depends on the poverty indicators used. This difference can be seen in a number of cases tested through simulations of several models which show that there are variations in changes to the DAU and DAK components for anti-poverty expenditure that affect the amount of expenditure allocation depending on the capacity of each region. Based on the results of the research, the BSM expenditure program shows effective results in reducing poverty, so it needs to be continued by considering the needs and characteristics of each region, as well as consideration of the size of education and health in the region. Furthermore, the DAU allocation needs to be continued increased and distributed to the regions in a timely manner so the anti-poverty expenditure preserved effectively and efficiently.