Putusan No. 89 PK/TUN/2008 yang berkekuatan hukum tetap telah memenangkan Susuna Dewi dan menyatakan batal Sertipikat HPL No. 1/Kuningan Barat, Sertipikat HGB No. B.119/Kuningan Barat, dan Sertipikat HGB No. 198/Kuningan Barat serta Surat Keputusan Pemberian Hak yang bersangkutan. Namun, pembatalannya tidak dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena adanya perdamaian di antara para pihak yang tertuang dalam Akta Perdamaian Tanggal 21 Desember 2011 Nomor 117 (Akta Notaris). Pokok permasalahan yang dibahas adalah mengenai kekuatan hukum Sertipikat dan Surat Keputusan Pemberian Hak tersebut ditinjau dari mekanisme eksekusi otomatis dalam Pasal 116 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara serta implikasi hukum dari Akta Perdamaian Nomor 117 terhadap Putusan No. 89 PK/TUN/2008. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan menggunakan tipelogi deskriptif untuk membahas objek penelitian dari sudut pandang hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sertipikat dan Surat Keputusan Pemberian Hak yang telah dinyatakan batal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum secara administrasi. Sedangkan, hak atas tanah yang lahir daripadanya yang bersifat keperdataan tidak hapus. Akta Perdamaian Nomor 117 yang mengesampingkan Putusan No. 89 PK/TUN/2008 dapat dilakukan karena substansi dari keduanya serupa, yaitu untuk melindungi kepentingan hukum Susuna Dewi yang telah dirugikan. Akan tetapi, Akta Perdamaian Nomor 117 tidak menghilangkan kewajiban BPN untuk membatalkan Sertipikat dan Surat Keputusan Pemberian Hak yang bersangkutan serta jalannya perdamaian hanya didasarkan pada itikad baik para pihak karena tidak dikukuhkan dalam Putusan Perdamaian.
Decision No. 89 PK/TUN/2008, which has a permanent legal force, has won Susuna Dewi and has cancelled HPL Certificate No. 1/Kuningan Barat, HGB Certificate No. B.119/Kuningan Barat, and HGB Certificate No. 198/Kuningan Barat and the related Decree on the Granting of Rights. However, the cancellation was not carried out by the National Land Agency (BPN) because of the peace between the parties as stated in the Peace Deed dated 21 December 2011 Number 117 (Notary Deed). The main issues discussed were regarding the legal power of the Certificate and Decree on the Granting of Rights in terms of the automatic execution mechanism in Article 116 paragraph (2) of Law Number 5 Year 1986 regarding State Administrative Courts as well as the legal implications of the Peace Deed Number 117 on Decision No. 89 PK/TUN/2008. The research method used is juridical normative and uses descriptive typology to discuss the object of research from the point of view of laws and regulations in effect. The results of this study indicate that the Certificate and the Decision to Grant the Rights which have been declared null and void have no administrative legal force. Meanwhile, land rights that are born thereof which are civil in nature are not deleted. Peace Deed Number 117 which overrides Decision No. 89 PK/TUN/2008 can be implemented because the substance of the two is similar, namely to protect the legal interests of Susuna Dewi which have been violated. However, the Peace Deed No. 117 does not eliminate the obligation of BPN to cancel the Certificate and Decision to Grant the Rights concerned and the peace is only based on the good faith of the parties because it is not reinforced in a Conciliatory Decision.