Permasalahan land reform (reformasi agraria) yang terjadi pada tahun 1960-an membuat petani Jawa harus
kehilangan lahan untuk bekerja. Akibat permasalahan tersebut, Presiden Ir. Soekarno menerbitkan Undang-
Undang Pokok Agraria dan membagikan lahan secara terbatas. Menteri Pertanian, Azis Saleh, pun meminta Ki
Nartosabdho untuk dibuatkan tembang bertema pertanian sebagai sindiran kepada para tuan tanah. Penelitian ini
akan mengkaji bagaimana relasi timbal balik antara ketiga tembang karya Ki Nartosabdho dengan kondisi sosial
masyarakat ketika tembang tersebut diciptakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif serta teori Sosiologi Sastra yang diungkapkan oleh Sapardi Djoko Damono. Adapun, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan objektif. Kerangka konsep Etika Keselarasan dari Franz Magnis Suseno
digunakan untuk menerangkan relasi timbal balik manusia dengan alam dan Tuhan. Kesimpulan pada penelitian
ini bahwa tembang Caping, Lumbung Desa, dan Lesung Jumengglung menggambarkan situasi sosial
masyarakat Jawa tahun 1960-an dengan menanamkan nilai budaya Jawa kepada masyarakat desa. Budaya
pertanian mempersatukan masyarakat Jawa dengan mewujudkan nilai kerja keras, kebersamaan, dan kerukunan
untuk memperoleh keselarasan hidup. Keselarasan hidup menjadi sistem nilai yang berorientasi pada wujud
kemanunggalan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Hidup dalam
kemanunggalan dibangun untuk mencapai kesempurnaan.
Land reform problems that occurred in the 1960s made Javanese farmers involuntarily lose their land to work
on. In the existence of this problem, President Ir. Soekarno issued Basic Agrarian Law and distributed the
limited amount of land. Because of that, the Minister of Agriculture, Azis Saleh, asked for Ki Nartosabdho's
help to compose agricultural-themed songs as a way to condemn the landlords. This study will examine how the
reciprocal relationship between the three songs composed by Ki Nartosabdho and the social conditions of the
community when the song was created. The research method used is the descriptive qualitative method and the
theory of Sociological Literature proposed by Sapardi Djoko Damono. The approach used is objective. Ethical
harmony concept by Franz Magnis Suseno is used to explain the relationship between humans with nature and
God. The conclusion of this study that the song of Caping, Lumbung Desa, and Lesung Jumengglung illustrate
the social situation of the Javanese people in the 1960s who instilled Javanese cultural values to the villagers.
Agriculture unites the Javanese society by establishing several values, such as hard work, collectiveness, and
concord to obtain harmony. Harmony becomes a value system that emphasize on the unity of humans to
humans, humans to nature, and humans to God. Living in unity is a way to reach perfection.