Indonesia sebagai negara hukum menjamin pemenuhan hak atas warga negaranya melalui konstitusi. Salah satu bentuk jaminan tersebut ialah memastikan setiap pelanggaran atas hak-hak warga negara dapat dicegah dan ditanggulangi. Hukum pidana adalah sarana untuk menanggulangi pelanggaran terhadap kepentingan kolektif, Indonesia mengenal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang memuat ketentuan pidana, tidak terkecuali sanksi pidana mati. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan populasi pemeluk Islam terbesar di dunia. Realitas sosiologis yang demikian itu menjadikan secara nyata tidak hanya hukum positif yang tumbuh, berkembang, dan dipatuhi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tetapi juga hukum Islam. Hukum Islam pun mengenal pidana mati. Diskursus mengenai pidana mati masih ramai kontroversi, sebagian berpandangan pidana mati penting dipertahankan karena memiliki sejumlah manfaat. Oleh karenanya, Penulis meneliti perbandingan karakteristik pidana mati dalam Hukum Islam dan hukum positif di Indonesia serta relasinya dengan teori Asas Kemanfaatan Hukum. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan mengkaji norma Hukum Islam dan norma Hukum Nasional berkaitan dengan pidana mati. Hasil penelitian ini ialah sanksi pidana mati dalam Hukum Islam maupun Hukum Positif secara teoritis dianggap memiliki persamaan dan perbedaan dalam memberikan manfaat bagi terhukum dan masyarakat, utamanya mengenai bagaimana Hukum Islam dan Hukum Positif mendefinisikan Asas Kemanfaatan Hukum itu sendiri. Salah satu perbedaan mendasar ialah Hukum Islam lebih lebih memiliki dimensi transendental, sedangkan Hukum Positif berdimensi materialistik.
Indonesia as a state of law guarantees the fulfillment of the rights of its citizens through the constitution. One form of the guarantee is to ensure that any violations of citizens' rights can be prevented and dealt with. Criminal law is a means to overcome violations of the collective interest, Indonesia is familiar with the Indonesian Criminal Code (KUHP) and several other statutory regulations that contain threats and criminal penalties, including capital punishment. In addition, Indonesia is also a country with the largest Muslim population in the world. Such sociological reality makes it clear that it is not only positive law that grows, develops and is obeyed by the majority of Indonesian people, but also Islamic law. Islamic law also recognizes capital punishment. Discourse regarding capital punishment is still full of controversy, some of whom view the death penalty as important because it has a number of benefits. Therefore, the author examines the comparison of the characteristics of capital punishment in Islamic law and positive law in Indonesia and its relation to the theory of the Principle of Legal Uses. The study uses a juridical-normative approach by examining Islamic Law norms and National Law norms relating to capital punishment. The results of this study are the sanctions of capital punishment in Islamic Law and Positive Law are theoretically considered to have similarities and differences in providing benefits to the convicted and the community, especially regarding how Islamic Law and Positive Law define the Principle of the Benefit of the Law itself. One fundamental difference is that Islamic law has a more transcendental dimension, while Positive Law has a materialistic dimension