Latar belakang: Masa remaja adalah bentuk peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang diiringi oleh munculnya fase pubertas. Pada perempuan, fase ini ditandai oleh karakteristik seks primer berupa proses menstruasi dan berkembangnya karakteristik seks sekunder seperti payudara dan rambut pubis yang muncul di usia 11-13 tahun. Dalam beberapa kasus ditemukan keterlambatan onset pada karakteristik seks tersebut, hal ini disebut dengan amenore primer. Kelainan ini dapat dikaitkan dengan adanya abnormalitas pada kromosom seks. Keterlibatan kromosom Y menjadi suatu indikator yang penting. Diagnosis yang tepat dengan melakukan penapisan etiologi diharapkan dapat menunjukkan tata laksana yang sesuai. Tujuan: Mengetahui hubungan antara karakteristik seks sekunder dengan jenis kromosom seks pasien amenore primer di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Sebuah studi potong lintang yang dilakukan pada 65 subjek amenore primer yang dipilih secara non-randomized consecutive sampling di RSCM serta telah memenuhi kriteria inklusi dan menapis kriteria eksklusi yang telah ditetapkan. Data yang dianalisis berasal dari informasi pada rekam medis pasien amenore primer periode Januari 2018-2020. Hasil: Sebagian besar subjek memiliki karakteristik seks sekunder yang tidak berkembang, pada payudara (52,3%) maupun rambut pubis (58,5%). Dari analisis kromosom, didapatkan 84,6% sampel tanpa kromosom seks Y dan 15,4% sampel dengan kromosom seks Y. Nilai p yang didapat tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara karakteristik seks sekunder mencakup pertumbuhan payudara (p=0,174) dan rambut pubis (p=0,729) terhadap jenis kromosom seks pasien amenore primer di RSCM. Simpulan: Tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p>0,05) antara karakteristik seks sekunder dengan jenis kromosom seks pasien amenore primer di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Background: Adolescence is a form of transition from childhood to adulthood accompanied by the emergence of the puberty phase. In women, this phase is characterized by primary sex characteristics in the form of the menstrual process and the development of secondary sex characteristics such as breasts and pubic hair that appear at the age of 11-13 years. In some cases, there is a delay in onset of these sex characteristics, called primary amenorrhea. This disorder can be associated with an abnormality on the sex chromosomes. The involvement of the Y chromosome is an important indicator. Correct diagnosis by performing etiological screening is expected to show appropriate treatment. Aim: To determine the correlation between secondary sex characteristics and sex chromosome type of primary amenorrhea patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Methods: A cross sectional study conducted on 65 primary amenorrhea subjects selected by non-randomized consecutive sampling in RSCM who has met the inclusion criteria and filtered by the exclusion criteria. The data analyzed came from information in the medical records of primary amenorrhea patients. Results:Most of the subjects have undeveloped secondary sex characteristics, both breast (52.3%) and pubic hair (58.5%). From chromosome analysis, this study discovered 84.6% samples without Y-chromosome related and 15.4% samples with Y-chromosome related. The p value obtained did not show a statistically significant correlation between secondary sex characteristics including breast growth (p = 0.174) and pubic hair (p =0.729) on the sex chromosome type of primary amenorrhea patients at RSCM. Conclusions: There is no significant correlation (p>0.05) between secondary sex characteristics and the sex chromosome type of primary amenorrhea patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.