Desa Cisitu di Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan sumber mata pencaharian sebagai petani teh. Keberlanjutan mata pencaharian sebagai petani teh menghadapi masalah musim kemarau yang panjang dan naik turunnya harga daun teh. Hal ini menyebabkan kebun teh di Desa Cisitu dimanfaatkan untuk menanam jenis tanaman lain selain teh. Pengukuran keberlanjutan mata pencaharian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Keberlanjutan penghidupan diukur melalui 5 aset utama, yaitu aset alam, aset finansial, aset fisik, aset manusia, dan aset sosial. Aset alam diukur dengan lokasi perkebunan, jasa lingkungan dan bencana alam. Aset keuangan diukur melalui modal, aset hidup lainnya dan luas lahan pertanian. Aset fisik diukur melalui mekanisme pertanian, alat pendukung pertanian, teknologi pertanian dan aksesibilitas. Aset manusia diukur dari kemampuan dan pengetahuan serta ketersediaan tenaga kerja. Aset sosial diukur dengan partisipasi dalam kelompok tani dan keterlibatan dengan lembaga lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi petani yang mampu bertahan hanya sebagai petani teh. Semua petani memiliki sumber pendapatan lain, baik dengan mengkonversi kebun teh mereka atau dari sumber non-pertanian. Petani yang masih mengelola kebun tehnya dengan baik adalah mereka yang memiliki aset keuangan yang memadai dan mendapat bantuan dari pemerintah. Profil petani menjadi kunci peluang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan petani teh dapat berlanjut sebagai sumber penghidupan jika ada pendampingan dan pembinaan dari pemerintah yang dilakukan sesuai dengan profil petani tersebut.
Cisitu Village in Sukabumi Regency is one of the villages that still maintains a source of livelihood as tea farmers. Sustainability of livelihoods as tea farmers face the problem of a long dry season and the ups and downs of tea leaf prices. This causes the tea garden in Cisitu Village to be used to grow other types of plants besides tea. Measurement of livelihood sustainability is carried out using qualitative methods. Livelihood sustainability is measured through 5 main assets, namely natural assets, financial assets, physical assets, human assets, and social assets. Natural assets are measured by plantation location, environmental services and natural disasters. Financial assets are measured through capital, other living assets and the area of agricultural land. Physical assets are measured through agricultural mechanisms, agricultural support tools, agricultural technology and accessibility. Human assets are measured by the ability and knowledge as well as the availability of labor. Social assets are measured by participation in farmer groups and involvement with other institutions. The results of this study indicate that there are no longer farmers who are able to survive only as tea farmers. All farmers have other sources of income, either by converting their tea gardens or from non-agricultural sources. Farmers who still manage their tea gardens well are those who have adequate financial assets and receive assistance from the government. Farmer profiles are the key to opportunities to get assistance from the government. The conclusion of this study shows that the life of tea farmers can continue as a source of livelihood if there is assistance and guidance from the government carried out according to the profile of the farmer.