Surat pernyataan hibah yang dibuat di bawah tangan dianggap belum memenuhi unsur
pembuktian dari perbuatan hukum hibah. Hal ini dikarenakan dalam Pasal 37 ayat (1) PP
Pendaftaran Tanah mengatur bahwa peralihan hak atas tanah melalui hibah hanya dapat
didaftarkan apabila dapat dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Dalam kasus
Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1426/Pdt.G/2019/PA-JS, penerima
hibah merupakan keponakan dari penghibah yang telah ia anggap sebagai anaknya sendiri
dikarenakan tidak memiliki keturunan. Dalam gugatan, pihak ahli waris lainnya
menyatakan bahwa hibah dianggap tidak sah dikarenakan pada saat pemberiannya
penghibah sedang sakit dan tidak ada persetujuan seluruh ahli waris. Adapun
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai keabsahan surat pernyataan
hibah yang dibuat untuk salah satu ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya serta
akibat hukum terhadap ahli waris lainnya dan proses balik nama di kantor pertanahan.
Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif.
Adapun analisa data dilakukan secara eksplanatoris. Hasil analisis adalah hibah yang
dilakukan telah sesuai syarat dan rukun hibah yang ditentukan dalam KHI dan KHES
sehingga surat pernyataan hibah dapat menjadi bukti yang sah atas perbuatan hukum
hibah. Selain itu akibat hukum kepada ahli waris lainnya adalah hibah tersebut dapat
dibatalkan karena melanggar Pasal 231 KHI atau berlaku pengembalian 2/3 harta yang
melebihi batas sebagaimana diatur dalam Pasal 726 KHES. Serta proses balik nama tetap
dapat dilakukan dengan menjadikan salinan putusan sebagai pengganti dari Akta Hibah
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah
The letter of grant which privately drawn up is not comply with the provision of
authenticationâs constituent of grant. Article 37 paragraph (1) of the Indonesian
Government Regulation pertaining to Land Registration regulates that conveyance rights
of land through grant can only be registered if it proven by a deed made by Land Deed
Official. The case as stated in the South Jakarta Religious Court Verdict Number
1426/Pdt.G/2019/PA-JS recount about the grantee acting in their capacity as the granterâs
nephew and considered as her own child by reason of not having descendant. Within the
pleading, the other heirs affirmed that grant made in 1993 between the granter and the
grantee was invalid. It caused by the time of the granting, the granter went through some
illness and there was no approval from all heirs. The issues raised in this study regarding
to the validity of the letter of grant which made for several heirs unbeknownst to other
heirs along with the legal consequences toward other heirs as well as the transfer of land
ownership in Municipal Land Office. A normative legal research method is utilize to
response those issue. While the data analysis will carry out in explanatory research. The
result of this analysis is the implementation of grant according to the case has been
appropriate with the provisions and pillars specified in the Islamic and Sharia Economy
Law Compilation in Indonesia. Therefore, the letter of grant could be a valid
authentication to prove grant legal action. Furthermore, the legal consequences to other
heirs is that the grant could be voidable arising out of its contravene to Article 231 of the
Indonesian Islamic Law Compilation or reversion of the exceeds limits part as specified
in Article 726 of the Indonesian Sharia Economy Law Compilation. Besides, the transfer
of land ownership could be settled by using the copy of the verdict as a replacement of
grant deed as specified in Article 37 paragraph (2) of Indonesian Government Regulation
on Land Registration