UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Perguruan tinggi Nahdlatul Ulama: Universitas Islam Malang tahun 1981-2010 = Nahdlatul Ulama's higher education institution: Malang Islamic University in 1981-2010

A. Fatikhul Amin Abdullah; Mohammad Iskandar, promotor; Susanto Zuhdi, co-promotor; Abdurrakhman, examiner; M. Ali Haidar, examiner; Yon Mahmudi, examiner; Bondan Kanumoyoso, examiner; Didik Pradjoko, examiner (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021)

 Abstrak

Disertasi ini menjelaskan tentang Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama khususnya Universitas Islam Malang (Unisma) tahun 1981-2010. Fokus kajian ini adalah peran Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama khususnya Universitas Islam Malang (Unisma) pada tahun 1981-2010 untuk mengembangkan sistem pendidikan untuk mencetak kader akademik yang memiliki solidaritas kebangsaan dengan tetap berjiwa Ahlu as-sunnah wal al-jamâ’ah (Aswaja) an-nahḍiyah. Untuk mewujudkan visi-misinya melalui pendidikan formal, NU membentuk Hoof Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) Bagian Pergoeroean (Onderwijs) pada Muktamar NU ke-4 tahun 1929 di Semarang yang menjadi cikal bakal Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU). Setelah lahir beberapa perguruan tinggi baik umum maupun Islam, Nahdlatul Ulama melalui Ma’arif terdorong ikut mendirikan perguruan tinggi Islam Status Nahdlatul Ulama yang sejak tahun 1952 berubah menjadi partai politik semakin menguatkan niatnya mendirikan perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) dari internal NU agar bisa duduk di pemerintahan dengan tetap berjiwa Aswaja an-nahḍiyah sehingga didirikan Perguruan Tinggi Islam Nahdlatul Ulama (PTINU) seperti Akademi Pendidikan Ilmu dan Agama Islam (APIAI) di Malang tahun 1959 atas prakarsa tokoh NU Malang yaitu Kiai Oesman Mansoer. APIAI berubah menjadi FTT UNNU tahun 1961 dan pada tahun 1971 berubah menjadi Fakultas Tarbiyah Unsuri Jatim di Malang. Pada akhir tahun 1970an tenaga dan pikiran para pengurus NU terkuras untuk kepentingan politik dan mengabaikan kepentingan massa, walaupun sejak tahun 1973 NU tidak lagi menjadi partai politik tetapi suara partainya dititipkan ke partai Persatuan Pembangunan (PPP) sehingga berdampak terbengkalainya pendidikan NU termasuk Unsuri Jatim. Pada kondisi itu muncul ide dari Kiai Oesman Mansoer yang saat itu memiliki power baik alokatif maupun otoritatif berbentuk sumber daya (resources) sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah Unsuri Jatim di Malang sehingga secara sadar dan sengaja mengajak beberapa tokoh seperti Kiai Tholchah Hasan untuk memisahkan diri dari Unsuri demi menjaga jiwa ke-NU-an dan tradisi pesantren dalam dunia perguruan tinggi. Dengan modal Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Pertanian akhirnya terbentuk Universitas Islam Malang pada tanggal 27 Maret 1981. Upaya mengembalikan citra Perguruan Tinggi NU, Unisma di bawah kendali tokoh utama para kiai yaitu Kiai Masjkur, Kiai Oesman Mansoer, dan Kiai Tholchah Hasan membentuk Lembaga Khusus sebagai pelaksana Penanaman nilai-nilai ajaran Aswaja di Unisma. Lembaga tersebut adalah Lembaga Dakwah Keislaman (LDK), tahun 1981 yang berubah menjadi Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Islam (LPPI) tahun 1986 dan berkembang menjadi Lembaga Pengkajian Ilmu Tekonologi dan Islam (LPITI) tahun 1992 dengan segala programnya yang ada. Keberhasilan upaya tersebut nampak dari beberapa civitas akademika (dosen mahasiswa) serta Alumni Unisma yang berkiprah di masyarakat untuk ikut serta menjadi agensi baru dalam menanamkan nilai-nilai ajaran Aswaja di berbagai sektor yang ditekuni masing-masing. Dengan pendekatan Sosiologi menggunakan Teori Strukturasi dari Anthony Gidden yang mengintegrasikan para kiai sebagai pelaku (Agen) dengan struktur perguruan tinggi NU pada praktik sosial dalam ruang dan waktu menghasilkan perubahan struktur berupa berdirinya Unisma sebagai dampak dari tindakan para agen. Sehingga secara terus menerus terjadi reproduksi struktur oleh para agensi dengan beberapa perubahan kelembagaan yang ada dalam diri Unisma untuk menanamkan nilai-nilai ajaran Aswaja an-nahḍiyah di perguruan tinggi. Namun dalam penelitian ini nampaknya Unisma selalu menjadikan sosok kiai sebagai tokoh sentral dari semua perjalanan akademik sejak berdiri. Fenomena ini Oleh Max Weber disebut Kekuasaan Kharismatik dan oleh Karl D. Jackson disebut Kekuasaan dan Kewibaan Tradisional yang keduanya oleh Zamakhsyari Dhofier diistilahkan Tradisi Pesantren yang menjadi ciri khas NU. Hal ini merupakan sebuah keunikan tersendiri dalam dunia perguruan tinggi yang dijalankan dengan manajemen modern (demokratis) tanpa meninggalkan tradisi lama yang dianggap masih baik. Inilah yang menjadi temuan baru dalam kajian sejarah atau sistem pendidikan.

This dissertation represents the Nahdlatul Ulama’s Higher Education Institution, particularly Malang Islamic University (Unisma) in 1981-2010. The focus of this study is the role of the Nahdlatul Ulama’s Higher Education Institution, especially the Malang Islamic University (Unisma) in 1981-2010 to develop an education system to produce academic cadres who have national solidarity while remaining at the spirit of Ahlu as-sunnah wal al-jamâ'ah (Aswaja) an -nahḍiyah. To fulfil its vision and mission through formal education, NU formed Hoof Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) the Pergoeroean Division (Onderwijs) at the 4th NU Congress in 1929 in Semarang which became the forerunner of the Ma'arif Education Institute (Lembaga Pendidikan Ma’arif). After the commencement of several universities, both public and Islamic, Nahdlatul Ulama through Ma'arif was encouraged to participate in establishing Islamic universities. The status of Nahdlatul Ulama, which since 1952 turned into a political party, further strengthened its intention to establish a university to meet the needs of internal human resources (HR) from NU so that they could sit in a government with the spirit of Aswaja an-nahḍiyah so that the Nahdlatul Ulama’s Islamic Higher Education Institution (Perguruan Tinggi Islam Nahdlatul Ulama) was founded such as the Islamic Science and Religion Education Academy (Akademi Pendidikan Ilmu dan Agama Islam) in Malang in 1959 at the initiative of the Malang NU figure, Kiai Oesman Mansoer. APIAI changed to FTT UNNU in 1961, and 1971 switched to the Tarbiyah Faculty of University of Sunan Giri (Unsuri) in Malang. At the end of the 1970s, the energy and thoughts of the NU officials were concentrated for political interests and disregarded the interests of the masses. Nevertheless, since 1973 NU was no longer a political party, but the party's votes were entrusted to the United Development Party (Partai Persatuan Pembangunan), resulting in neglect of NU education, including Unsuri East Java. In that condition, an idea emerged from Kiai Oesman Mansoer, who at that time had both allocative and authoritative power in the form of resources as the Dean of the Tarbiyah Faculty of Unsuri of East Java in Malang, so that consciously and deliberately invited several figures such as Kiai Tholchah Hasan to separate himself from Unsuri for the sake of maintaining the spirit of NU and pesantren traditions in the world of higher education. With capital from the Tarbiyah Faculty and the Agriculture Faculty, the Malang Islamic University was formed on March 27, 1981. To restore the image of the NU’s Higher Education Institution, Unisma was under the control of the prominent kiai figures, namely Kiai Masjkur, Kiai Oesman Mansoer, and Kiai Tholchah Hasan to form a Special Institution to implement Aswaja's teaching values at Unisma. This institution is the Islamic Da'wah Institute (Lembaga Dakwah KeIslaman), in 1981 which changed to the Institute for Islamic Studies and Development (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Islam) in 1986 and advanced into the Institute for the Study of Technology and Islamic Sciences (Lembaga Pengkajian Ilmu Teknologi dan Islam) in 1992 with all its existing programs. The achievement of these struggles can be perceived from several academics (student lecturers) and Unisma alumni who are active in the community to participate in becoming a new agency in instilling the values of Aswaja's teachings in multiple sectors that they are engaged in. By applying sociological approach Anthony Gidden's Structural Theory, which integrates kiai as agents with the structure of NU’s Higher Education Institution in social practice in time and space, has to result in structural changes in the form of the establishment of Unisma as a result of the actions of agents. As a result, the agency continues to reproduce the structure with several institutional changes that exist within Unisma to instil the values of Aswaja an-nahḍiyah teachings in universities. Nevertheless, in this study, it appears that Unisma has always presented the figure of the kiai as a central figure in all academic journeys since its foundation. This phenomenon by Max Weber called Charismatic Power and by Karl D. Jackson called Traditional Power and Authority, both of which by Zamakhsyari Dhofier termed the Pesantren Tradition which characterizes NU. This point is a unique concept in the world of higher education which is run with modern (democratic) management without leaving the classical traditions which are still considered acceptable. This is a new finding in historical studies or the education system.

 File Digital: 1

Shelf
 D-Pdf-A. Fatikhul Amin Abdullah.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xv, 228 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D-pdf 07-22-56859883 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20512967
Cover