Jaringan sosial (social network) khususnya Twitter merupakan satu dari sekian banyak jenis media sosial yang memungkinkan individu-individu untuk saling terhubung satu sama lain. Keterhubungan yang terjadi kemudian mengaburkan batas teritorial dalam proses interaksi sosial serta akses terhadap informasi. Twitter, tidak hanya sebatas media sosial, lebih dalam, Twitter mampu membawa penggunanya untuk terlibat dalam berbagai isu hangat yang sedang terjadi di linimasa. Lebih jauh, sebagai sebuah fenomena budaya kontemporer, linimasa Twitter memungkinkan individu untuk membentuk ulang identitasnya, terlibat dalam berbagai praktik diskusi mengenai isu hangat yang sedang booming ataupun terlibat dalam wacana gerakan sosial yang dimediasi oleh teknologi (dalam hal ini adalah Twitter). Praktik-pratik inilah yang menjadi tantangan tersendiri ketika saya melakukan penelitian perihal aktivitas keseharian di linimasa. Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi sendi-sendi kehidupan yang terdapat di linimasa, khususnya terhadap Twitter di Indonesia – di mana terdapat berbagai identitas unik yang hidup di dalamnya. Melalui pendekatan following medium, auto-etnografi, participant observation, dan digital etnografi, saya mencoba merekonstruksi ulang identitas saya menjadi alter, fangirling, dan roleplay, dengan cara membuat akun Twitter dari ketiga identitas tersebut – dan melihat bagaimana linimasa terbentuk serta isu-isu apa saja yang acap kali diperdebatkan di dalamnya. Skripsi ini menunjukan bagaimana sebagai sebuah metodologi, ketika saya masuk ke dalam linimasa dan mempelajarinya, memberikan sebuah gambaran perihal kehidupan pengguna Twitter yang dinamis, praktik keseharian yang banal, ikut terlibat dalam berbagai aktivisme online hingga menjadikan linimasa sebagai tempat untuk mendapatkan kabar terbaru.
Social networks (social networks), especially Twitter, are among the many social media types that allow individuals to connect with the user. The relationship that occurs then blurs the territorial boundaries in social interaction and access to information. Twitter, not only limited to social media, is more in-depth; Twitter can bring users to be involved in various hot issues that are happening on the timeline. Furthermore, as a contemporary cultural phenomenon, the Twitter timeline allows individuals to reshape their identity and engage in various discussion practices on hot issues that are currently booming or engaging in technology-mediated social movement discourse (in this case, Twitter). These are the practices that become my own challenges when I research daily activities on the timeline. This paper aims to explore life aspects in the timeline, especially on Twitter in Indonesia - where various unique identities live in it. Through the following medium, auto-ethnography, participant observation, and digital ethnography approach, I try to reconstruct my identity into alter, fangirling, and roleplay by creating a Twitter account from these three identities - and seeing how the timeline formed and what issues often debated in it. This thesis shows, how as a methodology, when I enter the timeline and study it, it provides an overview of Twitter users' active life, banal daily practices, and various online activism to make the timeline a place to get the latest news.