Teknologi digital membawa peluang baru untuk mengakses keadilan bagi perempuan dan kelompok terpinggirkan setelah dikucilkan dari teknologi konvensional-maskulin selama beberapa dekade. Di era internet, penggunaan media sosial menjadi sangat masif dan intensif, oleh karena itu aktivisme feminis di ruang digital ini tidak bisa dihindari. Aktivisme hastag telah menjadi populer sejak gerakan #MeToo dan kesempatan semacam itu untuk mencari keadilan bagi para korban dan penyintas melalui menyuarakan dan mendokumentasikan suara mereka. Penggunaan hashtag (#) membuka peluang bagi cerita korban untuk didokumentasikan, terhubung dengan cerita lain, dan menjadi viral. Di Indonesia, penggunaan tagar dalam aktivisme juga terjadi dalam konteks yang lebih lokal seperti #KitaAgni, #SaveIbuNuril, #UIITidakAman, #KamiBersamaKorban, dan #SahkanRUUPKS. Beberapa aktivisme hashtag berhasil menginisiasi tindak lanjut di dunia offline, meski tidak selalu kisah viral mendapatkan penyelesaian kasus yang memuaskan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan pengumpulan data melalui studi literatur, khususnya teori-teori feminis di sekitar teknologi dan digital seperti; Feminisme Science and Technology Studies (STS), feminisme siber, teknofeminisme, dan aktivisme digital feminis. Tulisan ini menemukan bahwa ruang digital adalah ruang yang diperebutkan dimana terdapat peluang dan kerentanan bagi korban, aktivis, dan netizen untuk mencari keadilan melalui aktivisme hashtag.