Inflamasi derajat rendah diduga terlibat dalam patogenesis penyakit kronis yang
terjadi secara global. Salah satu penanda inflamasi yang kerap digunakan adalah
high sensitivity C-reactive protein (hsCRP). Asupan serat pangan yang lebih rendah
diduga berperan terhadap kadar hsCRP serum, akan tetapi hasil penelitian
sebelumnya masih bervariasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara
asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum pada pekerja sedentari usia 19-49
tahun di Jakarta Timur, Indonesia. Studi ini merupakan studi potong lintang pada
58 pekerja sedentari yang dilaksanakan pada Bulan Agustus hingga Oktober 2020.
Data dasar dikumpulkan memakai kuesioner. Asupan makanan dicatat dengan 3-
day food record dan dilakukan pengukuran antropometri untuk mengetahui indeks
massa tubuh (IMT) dan ukuran lingkar pinggang. Pemeriksaan hsCRP serum
memakai metode imunoturbidimetri. Analisis untuk menilai korelasi antara asupan
serat pangan dan kadar hsCRP serum dilakukan menggunakan uji Spearman jika
nilai p<0,05 dianggap bermakna. Mayoritas subjek adalah perempuan, tidak
merokok, dengan aktivitas fisik kurang dan memiliki status gizi normal serta tidak
obesitas abdominal. Berdasarkan data asupan makanan didapatkan asupan energi,
karbohidrat total, dan serat pangan total berada dibawah rekomendasi AKG. Hanya
asupan lemak total yang sesuai dengan rekomendasi AKG. Asupan serat pangan
total didapatkan sebesar 7,45 g/hari. Nilai hsCRP serum masih dalam batasan
normal, yaitu sebesar 0,4 mg/L. Pada analisis bivariat tidak didapatkan korelasi
antara asupan serat pangan dengan kadar hsCRP serum (r=0,003, p=0,981). Hasil
penelitian ini tidak mendapatkan adanya korelasi antara asupan serat pangan
dengan kadar hsCRP serum, namun diketahui asupan serat pangan masih sangat
rendah sehingga perlu dilakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan asupan
serat pangan pada pekerja sedentari.
Low grade inflammation has previously been linked to the global development ofchronic disease. High sensitivity C-reactive protein (hsCRP) is commonly used todetect inflammation. Low dietary fiber intake was hypothesized to have an effecton serum hsCRP concentration. To this day, studies on the relationship betweendietary fiber and serum hsCRP have shown inconclusive result. In this study, weaimed to find a correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP onsedentary worker age 19-49 years old at East Jakarta, Indonesia. This was a crosssectional study on 58 sedentary workers. This study was conducted in August-October 2020. Subject’s characteristics was obtained using a questionnaire. Dietaryassessment was conducted using 3-day food record. Anthropometic measurementsincluded body mass index (BMI) and waist circumference. Serum hsCRPconcentrations were measured using immune turbidimetry. Spearman test was usedto determine correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP, withp<0,05 being significant. Subjects were mostly female, non-smoker, withinadequate physical activity. A majority of subjects had normal BMI and waistcircumference. Dietary assessment showed subject has inadequate intake of energy,carbohydrate, and dietary fiber. Only fat intake was adequate in the present study.Total dietary fiber intake was 7,45 g/day. Median value of serum hsCRP was 0,4mg/L. There was no correlation between dietary fiber intake and serum hsCRP(r=0,003, p=0,981). However, this study found that dietary fiber intake was verylow. Thus, education on increasing dietary fiber intake is necessary for sedentaryworkers.