Salah satu asas dasar dalam hukum pidana adalah asas transitoir, yakni asas yang mengatur mengenai pemberlakuan hukum dalam hal terjadi perubahan perundang-undangan setelah suatu tindak pidana dilakukan. Terkait frasa ‘perubahan perundang-undangan’ dapat dibedakan antara 3 paham: paham formil (Simons, 1910), paham materiil terbatas (Van Geuns, 1919), dan paham materiil tidak terbatas (Hoge Raad, 1921). Ketiga paham ini berkembang sebelum dikenalnya pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Implikasi logisnya: Perubahan perundang-undangan dalam asas transitoir tidak mencakup hasil pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Lantas bagaimana implementasi perubahan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam asas transitoir dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi? Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif terhadap putusan hakim pidana yang memaknai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013. Penelitian ini memperlihatkan bahwa penerapan asas transitoir terhadap perubahan perundang-undangan yang diakibatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan. Adapun penerapan asas transitoir dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan di Indonesia masih sangat kabur. Oleh karena itu, sangat disarankan bagi Mahkamah Agung untuk memberikan suatu pedoman mengenai bagaimana hakim-hakim dalam peradilan pidana harus memaknai perubahan perundang-undangan yang diakibatkan oleh Mahkamah Konstitusi
One of the basic principles in criminal law is the principle of transitoir, namely the principle that regulates the enforcement of the law in the event of an amendment in legislation after a criminal act is committed. Regarding to the phrase 'amandment in legislation', there are three running doctrine: formele leer (Simons, 1910), beperkte materiele leer (Van Geuns, 1919), and onbeperkte materiele leer (Hoge Raad, 1921). These three doctrine developed prior to the recognition of judicial review by the Constitutional Court. Logical implication: Amendment in legislation as referred to in the principle of transitoir does not include amandment as the result of judicial review by the Constitutional Court. Hence the question: how is the implementation of amandment in legislation as referred to in the principle of transitoir in relation to Constitutional Court Verdict? This research was conducted with a juridial-normative approach to the verdict of criminal law judges which interpret the Constitutional Court Verdict No. 85/PUU-XI/2013. This study shows that the application of the principle of transitoir in relation to amendment in legislation as a result of the Constitutional Court Verdict can be done. However, it has to be noted that the application of the principle of transitoir in relation to the Constitutional Court Verdict in Public Court Verdict regarding criminal law in Indonesia is still very vague. Therefore, it is highly recommended for the Supreme Court to provide a guideline regarding how the judges in the Public Court should interpret the amendments to these laws as a result of the Constitutional Court Verdict.