Di Indonesia istilah keramik cenderung digunakan untuk benda-benda yang terbuat dari bahan batuan (stoneware) dan porselen (porcelain) serta diglasir, sedangkan untuk benda-benda yang terbuat dari tanah liat bakar (earthen ware atau pottery) disebut dengan istilah tembikar atau gerabah. Identifikasi terhadap temuan keramik hasil penelitian arkeologi menjadi suatu tahapan yang penting untuk mengeluarkan informasi yang ada pada temuan-temuan tersebut. Salah satu situs arkeologi dengan temuan keramik yang berlimpah adalah Kawasan Percandian Muarajambi, yang diinterpretasikan sebagai situs dari masa kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya abad 7 – 13 Masehi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk, teknologi pembuatan, ragam hias dan kronologi dari keramik-keramik yang ditemukan di area yang berada diantara Candi Astano dan Candi Kembarbatu, Muarajambi, yang dinamakan sektor MJB/ABH/2018. Berdasarkan penelitian sebelumnya, area ini diduga merupakan bekas hunian di masa lalu, sehingga identifikasi terhadap temuan keramik yang ditemukan melalui kegiatan ekskavasi di daerah ini menjadi penting untuk dilakukan. Pengumpulan data diperoleh melalui ekskavasi, dan berdasarkan analisis khusus yang dilakukan terhadap temuan keramik tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa bentuk wadah seperti pasu, guci, vas, piring, mangkuk, cawan dan cepuk. Wadah-wadah ini dibuat dengan menggunakan roda putar serta terdapat hiasan berupa garis, sulur-suluran dan flora. Melalui perbandingan dengan keramik-keramik muatan kapal tenggelam di perairan Indonesia, diketahui bahwa sebagian besar keramik berasal dari masa Dinasti Song abad 10 – 13 Masehi. Asumsi yang diperoleh dari hasil penelitian ini mendukung interpretasi bahwa lokasi diantara Candi Astano dan Candi Kembarbatu tersebut merupakan bekas hunian di masa lalu, berdasarkan temuan keramik yang ditemukan yang diduga digunakan sebagai wadah perkakas sehari-hari.
In Indonesia, the term ceramic tends to be used for objects made of stoneware and porcelain and glazed, while for objects made of burnt clay (earthenware or pottery) it is called tembikar or gerabah. Identification of ceramic findings from archaeological research is an important step in releasing this information. One of the archaeological sites with abundant ceramic finds is the Muarajambi Temple Area, which is interpreted as the site of the Ancient Malay and Sriwijaya Kingdoms from 10 – 13 AD. This study aims to identify the form, manufacturing technology, stylistic decoration, and chronology of the ceramics found in the area between Astano and Kembarbatu Temples, Muarajambi, which is called the MJB / ABH / 2018 sector. Based on previous research, this area is thought to be a former dwelling in the past, resulting in the identification of the findings of ceramics found through excavation in this area is important to do. The collection of data obtained through excavation, and is based on a special analysis conducted on the ceramic findings note that there is some form containers such as basin, jars, vase, bowls, dish cups and cover box. These containers are made using a wheel manufacture technology and and decorations with excision or incision, impression pressure and painting techniques such as linear, tendrils, and florals. Through comparisons with the ceramics cargo shipwreck in Indonesian waters, it is known that most of the ceramics originate from the Song Dynasty in the 10 - 13 AD. Assumptions obtained from these results support the interpretation that the location between the Astano temple and the Kembarbatu temple is a former dwelling in the past, based on the findings of ceramics found which is allegedly used as an everyday tool container.