Penelitian ini berfokus pada masalah kemiskinan dan kapital sosial di Kampung Wapeko, distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Papua. Tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan dan menganalisis gambaran bentuk kapital sosial masyarakat orang asli Papua (Marind) dan transmigran di kampung Wapeko serta fungsi kapital sosial yang terbentuk dari kedua masyarakat tersebut dalam pengentasan kemiskinan di kampung Wapeko. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan profesi orang Marind sebagai subsisten (pemburu, peramu), belum mengolah sumber daya alam karena tidak adanya kemampuan teknis dan jaringan dalam pengelolaannya (bertani, berdagang). Mereka hanya mampu memiliki kebutuhan dasar serta akses ekonomi yang sangat terbatas. Kapital sosialnya berupa bonding social capital, menekankan pada norma pembagian – pengelolaan lahan, kekerabatan (marga), pemanfaatan hutan serta konservasi tradisional (sasi). Tipologi bonding social capital menyulitkan mereka dalam menghadapi perubahan kehidupan tradisional menuju modern, kapital sosial yang dimiliki tidak mampu maksimal menggapai kapital sosial dari kelompok lain yang lebih permisif. Kemiskinan yang terjadi pada orang marind terjadi karena tidak dimilikinya bridging social capital. Warga transmigran memiliki bridging social capital dengan norma kerjasama (gotong royong) dan etos kerja pantang menyerah. Tercipta jaringan yang kuat dalam menjalankan beragam variasi mata pencaharian (bertani, berdagang, pegawai). Norma warga transmigran menimbulkan kepercayaan dari orang Marind untuk mengakses pembagian – pengelolaan lahan serta pemanfaatan hutan sehingga memicu bridging social capital diantara dua kelompok tersebut, penguatannya pada kemunculan norma sewa lahan dan perdagangan hasil hutan (pengepul). Penguatan menimbulkan pergerakan kesejahteraan ekonomi di kedua pihak.
This research focuses on the problems of poverty and social capital in Wapeko Village, Kurik District, Merauke Regency, Papua. The purpose of this research is to describe and analyze the description of the social capital forms of indigenous Papuans (Marind) and transmigrants in Wapeko village and the function of social capital formed by the two communities in poverty alleviation in Wapeko village. The research method used is qualitative research with a descriptive approach. The results showed that the Marind profession as subsistence (hunters, gatherers), have not processed natural resources due to the absence of technical skills and networks in managing them (farming, trading). They are only able to have basic needs and very limited economic access. The social capital is in the form of social bonding capital, emphasizing the sharing norms - land management, kinship (marga), forest use and traditional conservation (sasi). The typology of social bonding capital makes it difficult for them to face changes in traditional life towards modernity. Their social capital is not able to reach the maximum social capital from other, more permissive groups. Poverty that occurs in marginalized people occurs because they do not have bridging social capital. The transmigrants have a bridging social capital with a norm of cooperation (mutual cooperation) and an unyielding work ethic. A strong network is created in running a variety of livelihoods (farming, trading, employees). The norms of the transmigrants gave rise to the trust of the Marind people to access the distribution - land management and forest use, which triggered bridging social capital between the two groups, strengthening the norms of land leasing and trade in forest products (pengepul). The strengthening led to a movement of economic welfare on both sides.