Tesis ini menganalisis mengenai jual beli atas tanah objek sita jaminan yang tidak didaftarkan oleh para pihak dan/atau juru sita pada Kantor Pertanahan setempat. Tidak terdaftarnya sita jaminan mengakibatkan tanah tersebut beralih kepada pihak ketiga dan diterbitkan sertipikat peralihan haknya, sehingga bertentangan dengan tujuan sita jaminan dalam Pasal 227 HIR dan/atau Pasal 261 RBg yaitu untuk mencegah debitur menggelapkan, memindahkan, atau mengalihkan barang-barangnya. Hal ini memicu diajukannya gugatan hukum oleh pihak yang merasa dirugikan hingga jual belinya dinyatakan batal berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 32/Pdt.G/2017/PN.Mks jo. Putusan Pengadilan Tinggi Makassar No. 142/PDT/2018/PT.MKS jo. Putusan Mahkamah Agung Mahkamah No. 3260 K/PDT/2018 yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan jual beli tanah objek sengketa atau sita jaminan dan implikasinya terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanahnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif sebagai metode analisis data. Pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dengan bentuk hasil penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa jual beli objek sengketa atau sita jaminan tidak memenuhi syarat sahnya jual beli tanah dan menyebabkan perbuatan hukum yang bersangkutan batal demi hukum. Batalnya jual beli sebagai dasar perolehan hak atas tanah ternyata berimplikasi pula pada kebatalan pendaftaran peralihan haknya. Hal ini dikarenakan Hukum Tanah Nasional menganut sistem publikasi negatif berunsur positif pada pendaftaran tanahnya, sehingga apabila terbukti adanya cacat yuridis atau cacat administratif dalam penerbitan haknya atau berdasarkan perintah putusan pengadilan, dapat menjadi dasar pembatalan peralihan hak atas tanah oleh pejabat yang berwenang.
This thesis analyses the sale and purchase of seized land which has not yet registered in Land Register Office. Not registering the security seizure has caused the land being transferred to a third party and the transfer of rights registration being issued, so it is contrary to Article 227 HIR and/or 261 RBg which aimed to prevent the debtor from embezzling, moving, or transferring his properties. This triggered the filing of lawsuit by the parties who suffered losses, so that the deed of sale and purchase is declared null and void by the Decision of the Makassar District Court No. 32/Pdt.G/2017/PN.Mks jo. Makassar High Court Decision No. 142/PDT/2018/PT.MKS jo. Supreme Court Decision No. 3260 K/PDT/2018 with permanent legal force. In connection with the issues above, the problems raised in this study are regarding the legality of the sale and purchase of disputed or seized land and its implications on the registration of the transfer of rights. To answer these problems, this study uses a normative juridical research method with qualitative method as a method of data analysis. Data collection used is document study with the form of descriptive-analytical research results. This research results in the conclusion that the sale and purchase of disputed or seized object does not fulfill the legal requirements of the land sale and purchase which may cause such legal action to be null and void. The null and void of the sale and purchase as the basis of land transfer has implication on its registration of rights as well. This may happen because the National Land Law uses a negative-positive publication system on its land registration system, therefore if it is proven that there has a juridical or administrative defect in the issuance of the land certificate or there has a court decision’s order, those may become the basis of the nullification of the registration of rights by the authorized official.