Setelah berlangsungnya pemilu tahun 2019, terdapat gugatan yang diajukan oleh 9 (sembilan)
calon legislatif dari Partai Gerindra kepada Partai Gerindra, DPP Partai Gerindra, dan KPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dasar bahwa adanya pelanggaran hak Para Penggugat oleh Para Tergugat sebagaimana yang tertuang dalam Putusan No. 520/Pdt.Sus.Parpol/2019/Pn Jkt.Sel. Para Penggugat mendalilkan bahwa berdasarkan hasil
pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra lebih besar dengan suara caleg tertinggi di masing-masing dapil, maka Partai Gerindra memiliki hak absolut untuk menentukan caleg
terpilih dengan mempertimbangkan kualitas kekadera serta rekam jejak pengabdian calon anggota terpilih. Selain itu, Para Penggugat menyatakan bahwa maksud frasa “…suara
terbanyak” dalam Pasal 422 UU No. 7 Tahun 2017 hanya termasuk suara Partai Gerindra saja karena suara Partai Gerindra yang memperoleh suara terbanyak. Penelitian ini akan
menggunakan metode yuridis normatif dengan melihat kaitannya antara teori dengan praktiknya serta akan membandingan dengan peraturan perundang-undangan di negara Amerika Serikat, Brazil, dan Filipina terkait mekanisme pengisian jabatan bagi wakil rakyat yang diganti sebelum periode jabatannya berakhir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Majelis Hakim membenarkan dalil Para Penggugat bahwa Partai Gerindra dan DPP Partai Gerindra memiliki kewenangan untuk menentukan anggota legislatif terpilih dengan mempertimbangkan kualitas kekaderan dan rekam jejak Para Penggugat. Padahal, apabila
Partai Gerindra memiliki kewenangan tersebut maka tidak sesuainya dengan tujuan dari Sistem Proporsional Terbuka itu sendiri. Dengan demikian, seharusnya Majelis Hakim dalam
memberikan pertimbangan seharusnya tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundangundang serta teori yang berlaku.
After the 2019 elections, 9 (nine) legislative candidates from the Gerindra Politic Party filed alawsuit against the Gerindra Politic Party, DPP of Gerindra Politic Party, and KPU at the SouthJakarta District Court on the basis that there were violations of the rights of the Plaintiffs bythe Defendants as stated in Decision No. 520 / Pdt.Sus.Parpol / 2019 / Pn Jkt.Sel. The Plaintiffsargued that based on the results of the 2019 election, the Gerindra Party's vote was higher thanthe highest votes from the legislative candidates in each electoral district, the Gerindra PoliticParty has the absolute right to determine the elected candidates by considering the quality ofthe cadre and track record of dedication of the elected member candidates. Also, the Plaintiffsstated that the meaning of the phrase “… most votes” in Article 422 of Law no. 7 of 2017 onlyincludes the votes of the Gerindra Politic Party because the Gerindra Politic Party votesreceived the most votes. This research will use the normative juridical method by looking at the relation between theory and practice and will compare it with the laws and regulations in the United States, Brazil, and the Philippines relating to filling positions for representatives who are replaced before their term of office ends. The results of this research indicate that the Panel of Judges confirms the Plaintiff's argument that the Gerindra Politic Party and DPP of Gerindra Politic Party have the authority to determine the elected legislative members by considering the quality of cadre and track records of the Plaintiffs. If the Gerindra Politic Party has this authority, it is not following the purpose of the Open Proportional System. Thus, the Panel of Judges should have considered the provisions of statutory regulations and applicabletheories.