Pada tahun 2016, Indonesia dinobatkan sebagai hub pariwisata berkelanjutan regional (Regional Tourism Sustainability Hub). Namun di satu sisi untuk pilar
keberlanjutan lingkungan, Indonesia berada pada ranking 135 dari 140 negara yang dinilai menurut Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata Dunia (WTTC) pada tahun 2019. Fenomena ini menjustifikasi pentingnya mengkaji bagaimana
implementasi norma pariwisata berkelanjutan di Indonesia tahun 2014-2019 yang menjadi fokus bahasan studi ini. Metode kualitatif dengan teknik triangulasi dipilih untuk memperdalam analisis bahasan. Pengumpulan data dilakukan
melalui literatur studi, proses wawancara semi terstruktur, dan observasi di lapangan. Dengan menggunakan kerangka besar analisis difusi norma yang
kemudian secara spesifik membahas politik translokal oleh Alger dan Dauvergne (2020), terdapat 3 temuan besar dari studi ini. Pertama, bahwa ada kompleksitas aktor dalam proses implementasi norma pariwisata berkelanjutan di Indonesia dipengaruhi khususnya keterlibatan aktor industri. Kedua, kebijakan pariwisata berkelanjutan di Indonesia belum komprehensif dan inklusif. Ketiga, berdasarkan aktvitas politik yang berlangsung (pemilihan gubernur lima provinsi pada 2014- 2019, dengan kontribusi PDRB terbesar dari sektor wisata, dan pemilu presiden
2019), studi ini menemukan bahwa pariwisata belum menjadi bagian narasi politik. Dari temuan tersebut, studi ini menyimpulkan dua hal. Pertama, industri memiliki peran signifikan dalam implementasi norma lingkungan – khususnya pariwisata berkelanjutan. Kesimpulan kedua yaitu integrasi kebijakan dan koordinasi antar aktor yang belum optimal berdampak pada level capaian
implementasi norma pariwisata berkelanjutan di Indonesia periode 2014-2019.
In 2016, Indonesia was made a Regional Tourism Sustainability Hub. However, in term of environmental sustainability, Indonesia ranked the 135th among 140 countries in 2019 according to the WTTC assessment. This case justifies the importance to conduct a study on how the implementation of sustainable tourism norms in Indonesia within 2014-2019. The qualitative method with the triangulation analysis technique was selected to deepen the analysis. Data was collected through literature review, semi-structured interviews, and fieldobservation. By applying norm diffusion, specifically translocal politics by Alger and Dauvergne (2020), this study finds the complexity of stakeholders in implementing sustainable tourism in Indonesia specifically affected by the industrial actor. The next finding is that sustainable tourism policy in Indonesiahas not yet been comprehensive and inclusive. The last finding of this research was that, based on the 2019 presidential election and the 2014-2019 governorelection in five provinces, with tourism sector as the largest contributor to the GDPR, tourism has not been a political narrative. To conclude, first, industryplays a significant role in the implementation of environmental norms, especially sustainable tourism. Second, the not-yet optimal integrated policy andcoordination between actors affect the achievement level of the sustainable tourism in Indonesia within 2014-2019.