Indonesia telah memberlakukan cabotage, suatu konsep atau asas yang melarang
kapal asing ikut serta dalam pelayaran domestik di sepanjang perairan pesisir
negara pantai, sejak tahun 2005 dan diperkuat dengan UU No. 17 tahun 2008
tentang Pelayaran, agar tercipta pelayaran nasional yang kuat. Pada saat
pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sekarang Undang-Undang),
muncul kembali perdebatan perlu atau tidaknya cabotage diatur dalam UU Cipta
Kerja. Penelitian ini membahas alasan-alasan negara memberlakukan cabotage
khususnya dalam bidang pelayaran; dan membandingkan kebijakan cabotage di
Indonesia dengan kebijakan serupa di Amerika Serikat dan Malaysia. Dengan
menggunakan penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan
(statutory approach) dan perbandingan (comparative approach), hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat enam alasan negara memberlakukan
cabotage yaitu alasan strategi, ekonomi, operasional, pemasaran, pendidikan, dan
lingkungan. Keenam alasan ini akan dituangkan dalam kebijakan (policy) cabotage
yang ketat (strict/protectionist cabotage) atau longgar (relaxed/liberal cabotage).
Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pada awalnya baik Indonesia,
Amerika Serikat maupun Malaysia memberlakukan kebijakan cabotage yang ketat
(strict cabotage), walaupun kemudian Malaysia menghapuskan cabotage di
beberapa negara bagiannya sejak tahun 2017; diikuti oleh Indonesia pada tahun
2020 dengan membuka kesempatan bagi kapal asing untuk ikut serta dalam
pelayaran domestik sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. Perubahan ini
membuat Malaysia dan Indonesia termasuk ke dalam negara dengan kebijakan
cabotage yang liberal, sedangkan Amerika Serikat masih tetap dengan kebijakan
cabotage-nya yang ketat.
Indonesia has enacted cabotage since 2005, a conception or principle that prohibitsforeign vessels involved in the domestic shipping of a coastal state, then it wasinserted in Law No. 17 of 2008 concerning Shipping. The inclusion of suchprovision in the Law aimed to create a strong national shipping. When governmentprepared the Job Creation Bill (now Job Creation Law), there was a debate as towhether the cabotage will still be governed in the Job Creation Law. This thesisdiscusses the rationale for the enactment of cabotage in a state particularly in itsshipping sector; and cabotage policy in Indonesia by comparing it with the UnitedStates and Malaysia. By conducting a normative juridical method with statutoryand comparative approaches, the thesis concludes that there are at least six reasonsof a state to impose cabotage, namely strategic, economic, operational, marketing,educational, and environmental reasons. These six reasons will then be stated incabotage policy or law as a strict or protectionist cabotage; or a relaxed or liberalcabotage. This thesis also concludes that initially, Indonesia, the United States andMalaysia imposed a strict cabotage policy, although later on in 2017, Malaysiadecided to abolish cabotage in several of its states. It is followed then by Indonesiain 2020 by providing opportunities for foreign vessels to participate in the domesticshipping as regulated in the Job Creation Law. This policy change has madeMalaysia and Indonesia are considered as states with relaxed/liberal cabotagepolicy, while the United States remains as strict cabotage policy.