Penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Hal itu hendaknya dilakukan dengan menggunakan suatu pendekatan penafsiran yang holistis, integratif dan dinamis. Jika hal tersebut tidak dipenuhi akan cenderung menghasilkan putusan yang parsial, nonintegratif, statis, dan/atau liar. Implikasinya adalah justifikasi dan legitimasi normatif putusan-putusan MK- RI akan menjadi lemah. Untuk itu, penelitian disertasi ini mengangkat permasalahan konsepsi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara teoritis maupun praktis, dan menawarkan suatu pendekatan baru dalam penafsiran konstitusi yang mampu menjawab permasalahan yang dikaji. Adapun pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian disertasi ini berfokus pada empat hal penting. Pertama, penjelasan mengenai konsepsi penafsiran purposif Aharon Barak berikut keunggulannya dalam upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi yang holistis, integratif, dan dinamis. Kedua, argumentasi penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Ketiga, analisis penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila dalam pertimbangan hukum beberapa Putusan MK-RI Periode 2015-2018 terkait pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Keempat, relevansi penafsiran purposif Aharon Barak bagi upaya mewujudkan suatu pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 di MK-RI, berikut konstruksinya. Keempat pokok permasalahan tersebut dikaji dengan mengacu pada tiga teori utama, yakni: teori konstitusi, teori penafsiran konstitusi, dan teori penafsiran purposif Aharon Barak. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan filsafat hukum, sejarah hukum, dan kasus. Sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif. Penelitian disertasi ini menyimpulkan bahwa penafsiran purposif Barak bersifat eklektik yang holistis, integratif dan dinamis serta memiliki keunggulannya tersendiri dibandingkan penafsiran konstitusi lainnya dalam aliran orisinalisme, nonorisinalisme, maupun eklektisisme. Adapun penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila harus diterapkan oleh MK-RI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 didasarkan pada alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Hal itu hendaknya dilakukan dengan pendekatan penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Pernyataan tersebut selaras dengan pandangan MK-RI yang menegaskan perlunya penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif dan dinamis. Hanya saja penafsiran konstitusi yang dilakukan oleh MK-RI Periode 2015-2018 belum menjamin akan terwujudnya suatu penafsiran yang holistis, integratif, dan dinamis. Berdasarkan analisis sebanyak 225 putusan MK-RI terkait pengujian konstitusional dari tahun 2015-2018 dengan menggunakan penafsiran purposif Aharon Barak, masih ditemukan sebanyak 74 putusan MK-RI yang belum memenuhi prinsip penafsiran holistis, integratif, dan dinamis. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pendekatan penafsiran konstitusi berdasarkan Pancasila secara holistis, integratif, dan dinamis dengan mengembangkan penafsiran purposif Aharon Barak. Meskipun penafsiran purposif Aharon Barak ini relevan untuk dikembangkan di Indonesia, namun perlu diselaraskan dengan konteks sistem hukum Indonesia yang berbasis pada Pancasila. Pendekatan ini bertumpu pada tiga komponen utama, yaitu semantik, tujuan (tujuan subjektif, objektif, dan Pancasila), dan diskresi yudisial yang dapat mengakomodir ragam metode penafsiran konstitusi pada umumnya. Dengan demikian, hasil penafsiran konstitusi oleh MK-RI akan memiliki landasan justifikasi dan legitimasi yang kuat secara normatif.
Constitutional interpretation based on Pancasila must be performed by the Constitutional Court of Indonesia (MK-RI) in reviewing laws against the 1945 Constitution. It requires a holistic, integrative, and dynamic interpretation approach. If it does not run well, it will produce a partial, non-integrative, static, and/or wild decision. It implicates that normative justification and legitimacy of the Constitutional Court's decision to be weak. Therefore, this dissertation research explains the constitutional interpretation concept based on Pancasila theoretically and practically, and then to propose a new approach in constitutional interpretation to solve the research problems. There are four main issues in this dissertation research. First, the conception of Aharon Barak’s purposive interpretation and its advantages to realize a holistic, integrative, and dynamic approach in constitutional interpretation. Second, argument of the constitutional interpretation based on Pancasila must be applied by the MK-RI in reviewing laws against the 1945 Constitution. Third, analysis of constitutional interpretation based on Pancasila in law consideration of some decision of MK-RI during 2015-2018 is related to judicial review of 1945 Constitution. Fourth, relevancy of Aharon Barak's purposive interpretation to realize a holistic, integrative, and dynamic constitutional interpretation approach based on Pancasila in examining laws against the 1945 Constitution at the MK-RI and its construction. The four main problems are studied by referring to three main theories: theory of constitutional, theory of constitutional interpretation and theory of purposive interpretation of Aharon Barak. The research method used is normative legal research by law philosophy, legal history, and case study approach. Meanwhile, data analysis was carried out descriptively and qualitatively. This research concludes that Barak's purposive interpretation is eclecticism that is holistic, integrative, and dynamic as well as it has special advantages compared to other constitution interpretation in originalism, non- originalism, and eclecticism. Interpretation of the constitution based on Pancasila must be applied by the MK-RI in judicial review of the 1945 Constitution based on philosophical, juridical, and sociological reasons by applying a holistic, integral, and dynamic interpretation approach. This statement is in line with the opinion of MK-RI to confirm the need of that approach when they interpret the 1945 Constitution. However, the constitutional interpretation carried out by the MK-RI during 2015-2018 did not assure the realization of a holistic, integrative, and dynamic interpretation. Based on Aharon Barak's purposive interpretation to analyze 225 of MK-RI decisions related to the constitutional review during 2015- 2018, there were 74 Constitutional Court decisions that have not fulfil the holistic, integrative, and dynamic interpretation principles. For this reason, this study proposes the interpretation of the constitution based on Pancasila in holistic, integral, and dynamic approach by developing Aharon Barak's purposive interpretation. However, this interpretation should be harmonized by the Indonesian legal system which is based on Pancasila. This approach is based on three main components, which are semantic, purposes (subjective, objective, and Pancasila), and judicial discretion that is able to accommodate variety of constitutional interpretation methods in general. Thus, the results of the constitutional interpretation by the MK-RI will have a strong normative justification and legitimacy basis.