Tesis ini membahas peran masyarakat pribumi dalam kegiatan pariwisata di Garut pada masa kolonial. Selaku komunitas tuan rumah, masyarakat pribumi merupakan unsur penting dalam praktik pariwisata di Hindia Belanda. Akan tetapi kehadiran mereka cenderung terabaikan. Studi-studi yang sudah ada sejauh ini masih memosisikan masyarakat pribumi sebatas objek amatan para wisatawan, alih-alih menjadikannya subjek yang juga turut berkontribusi dalam membentuk proses pariwisata. Penelitian ini menelusuri keterlibatan masyarakat pribumi dalam kegiatan pariwisata pada masa kolonial dengan studi kasus masyarakat pribumi di Garut, Keresidenan Priangan dari tahun 1891 hingga 1942. Studi ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode sejarah. Sumber-sumber yang digunakan bertumpu pada arsip-arsip kolonial, buku panduan wisata, majalah, surat kabar, foto-foto, dan catatan perjalanan sezaman. Secara kronologis perkembangan pariwisata di Garut terbagi dalam dua pembabakan waktu. Periode pertama (1891–1907) disebut sebagai era pariwisata domestik. Dicirikan dengan mengarusnya kunjungan turis-turis domestik yang didominasi oleh para pemukim Eropa dari kota-kota besar di Hindia yang hendak berekreasi dan tetirah. Sedangkan periode kedua (1908–1942) disebut sebagai era pariwisata internasional. Pada periode ini Garut mulai dipromosikan kepada wisatawan asing dan menjadi bagian dalam rencana perjalanan pariwisata internasional. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat pribumi tampil menjadi elemen penting yang turut menggerakan pariwisata di Garut pada masa kolonial. Mereka terlibat aktif dalam melayani dan mengatur perjalanan para wisatawan, serta bernegosiasi dalam masalah pengembangan objek wisata. Kontribusi masyarakat pribumi dalam kegiatan pariwisata mula-mula digerakkan oleh sikap kepatuhan terhadap golongan (bupati) yang menjadi pemimpin mereka. Dorongan tersebut lalu bergeser seiring dengan manfaat ekonomi yang mereka peroleh. Kegiatan pariwisata hadir menawarkan alternatif pekerjaan baru ketika sebagian penduduk pribumi di Garut tidak bisa lagi hanya mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber penghidupan.
The focus of this research is to examine the role of indigenous peoples in tourism activities in Garut during the colonial period. As the host community, the indigenous people were an important element in the practice of tourism in the Dutch East Indies. However, their contribution is often overlooked. So far, existing studies have often positioned indigenous peoples as tourism objects, rather than making them as subjects who also contribute to shaping the tourism process. This study traces the involvement of indigenous peoples in tourism activities during the colonial period with the case of indigenous peoples in Garut, Priangan Residency from 1891 to 1942. This research is a qualitative study using historical methods. The sources used rely on colonial archives, tourist guide books, magazines, newspapers, photographs, as well as travelogues from that time. The development of tourism in Garut during the colonial period is chronologically divided into two time periods. The first period (1891-1907) is referred to as the era of domestic tourism. This period was characterized by domestic tourist visits which were dominated by Europeans who came from big cities in the Dutch East Indies to rest and recover their health. While the second period (1908-1942) is referred to as the era of international tourism. In this period Garut began to be promoted to foreign tourists and existed as part of the international tourism itinerary. The results of this study indicate that indigenous peoples were an important element that contributed to advancing tourism activities in Garut during the colonial period. They are actively involved in serving and organizing the trips of tourists, as well as negotiating in tourism attraction development issues. The contribution of the indigenous people in tourism activities was initially carried out to show their obedience to the regent (menak) as their leader. Their motivation to contribute then changes along with the economic benefits they get. Tourism activities is an alternative sector that provides new jobs for some indigenous people in Garut, when they can no longer depend solely on the agricultural sector for income.