Meningkatnya kegiatan bisnis lintas batas negara telah memungkinkan para pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa selain dengan menempuh jalur hukum di pengadilan nasional salah satu negara asal para pihak. Litigasi dianggap memakan waktu dan biaya, yang merupakan faktor penghambat dalam menjalankan bisnis, di mana efisiensi sangat dijunjung tinggi. Atas alasan ini, metode lain untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan telah diusahakan, yaitu melalui proses yang dikenal sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Arbitrase dan mdiasi adalah contoh bentuk dari APS yang paling umum. Tidak seperti arbitrase, mediasi belum menerima pengakuan dan pelaksanaan internasional yang sama dengan putusan arbitrase asing. Namun, baru-baru ini, Konvensi Mediasi Singapura telah berlaku.
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti kemungkinan tantangan pada penerapan Konvensi Mediasi Singapura di lima negara, yaitu Singapura, Kerjaan Saudi Arabia, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Selatan dan India, yang telah meratifikasi atau menandatangani konvensi tersebut. Kelima negara ini akan dibandingkan dengan Indonesia untuk melihat apakah Indonesia akan menghadapi tantangan serupa. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif disertai dengan studi literatur untuk mengkaji hukum domestik masing-masing negara.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hingga saat ini belum ada urgensi bagi Indonesia untuk meratifikasi konvensi tersebut. Terlepas dari manfaat yang ditawarkan oleh Konvensi Mediasi Singapura, akan lebih baik bagi Indonesia untuk mengkaji undang-undang mediasi yang berlaku saat ini sekaligus meningkatkan kesadaran mediasi sebagai salah satu APS di kalangan pelaku usaha dan praktisi hukum.
The increasing cross-border business activities have allowed business actors to settle their disputes aside from litigating in the national courts of one of the parties' home countries. Litigation is perceived as time-consuming and costly, which are impeding factors in conducting business where efficiency is highly valued. For these reasons, other means to settle the dispute outside court are attempted, a process known as Alternative Dispute Resolution (ADR). Arbitration and mediation are examples of the most common forms of ADR. Unlike arbitration, mediation has not received the same international recognition and enforceability as a foreign arbitral award. However, recently, the Singapore Convention on Mediation came into force. This thesis aims to analyze the possible challenges of implementing the Singapore Convention on Mediation in five states, namely, Singapore, the Kingdom of Saudi Arabia, the People's Republic of China, South Korea, and India, which have either ratified or signed the convention. These five countries will be compared to Indonesia to see whether Indonesia may face similar challenges. The author uses a juridical-normative research method accompanied by a literature study to examine each state's domestic law. The research concludes that, as of currently, there is no urgency for Indonesia to ratify the convention. Despite the benefits that the Singapore Convention on Mediation offers, Indonesia should review its current law on mediation and simultaneously increase the awareness of mediation as an ADR among business actors and legal practitioners.