Air tanah merupakan salah satu sumber kehidupan semua makhluk hidup, tak terkecuali manusia. Air tanah didapatkan dari dalam akuifer di suatu sistem cekungan air tanah. Salah satu cekungan air tanah yang paling aktif dan berkembang, serta dimanfaatkan di Indonesia adalah Cekungan Air Tanah Jakarta. Bertambahnya permintaan akan air bersih untuk keperluan higiene sanitasi harus diiringi dengan kajian mengenai kualitas air tanah untuk mengetahui status mutu air tanah. Penelitian mengenai kualitas air tanah ini akan berfokus pada pada akuifer tertekan di bagian selatan Cekungan Air Tanah Jakarta. Metode yang digunakan dalam penilaian status mutu air ini adalah STORET, yang mengacu pada Kementerian Kesehatan RI No. 32 Tahun 2017 dan penentuan status mutu air yang mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Dalam penentuan status mutu air, digunakan beberapa parameter fisika dan kimia air tanah, seperti kekeruhan, warna, kesadahan, zat padat terlarut (TDS), pH, besi (Fe), mangan (Mn), sulfat (SO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), timbal (Pb), dan seng (Zn). Berdasarkan analisis yang dilakukan, dari 42 titik pemercontohan yang tersebar di daerah penelitian, sebanyak 6 titik termasuk dalam Kategori A (Memenuhi Standar), 9 titik termasuk dalam Kategori B (Cemar Ringan); 15 titik termasuk dalam Kategori C (Cemar Sedang); dan 12 titik termasuk dalam Kategori D (Cemar Berat). Titik pemercontohan dengan status mutu air tanah yang melebihi batas maksimum umumnya dipengaruhi oleh kandungan unsur besi (Fe) dan mangan (Mn) yang tinggi. Daerah penelitian didominasi oleh tipe fasies air tanah berupa Na-HCO3, Ca-HCO3, dan Mg-HCO3. Penghitungan CaI menunjukkan bahwa proses geokimia yang memengaruhi unsur tersebut adalah direct cation exchange.
Groundwater is a source of life for all living things, including humans. Groundwater is obtained from the aquifer in a groundwater basin system. One of the most active and developing groundwater basins in Indonesia is the Jakarta Groundwater Basin. The increasing demand for clean water for sanitation hygiene purposes must be accompanied by a study of groundwater quality to determine the status of groundwater quality. This research on groundwater quality will focus on confined aquifers in the southern part of the Jakarta Groundwater Basin. The method used in assessing the status of this water quality is STORET, which refers to the Ministry of Health of the Republic of Indonesia No. 32 of 2017 and determination of water quality status which refers to the Decree of the Minister of the Environment No. 115 of 2003. In determining the status of water quality, several physical and chemical parameters of groundwater are used, such as turbidity, color, hardness, dissolved solids (TDS), pH, iron (Fe), manganese (Mn), sulfate (SO4), nitrate (NO3), nitrite (NO2), lead (Pb), and zinc (Zn). Based on the analysis conducted, of the 42 pilot points spread over the research area, 6 points are included in Category A (Meeting Standards), 9 points are included in Category B (Light Polluted); 15 points are included in Category C (Medium Polluted); and 12 points are included in Category D (Heavy Polluted). The sampling points with the groundwater quality status exceeding the maximum limit are generally influenced by the high content of iron (Fe) and manganese (Mn). The research area is dominated by the type of groundwater facies in the form of Na-HCO3, Ca-HCO3, and Mg-HCO3. The calculation of CaI shows that the geochemical process that affects the element is direct cation exchange.