Gizi buruk merupakan penyebab utama stunting, gangguan fungsi kognitif, prestasi sekolah yang rendah, masalah perilaku, dan kematian pada anak. World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif / Exclusive Breastfeeding (EBF) selama enam bulan pertama untuk mencegah terjadinya malnutrisi. Namun, berdasarkan Survei Kesehatan Demografi Indonesia tahun 2017, angka EBF hanya 38% untuk anak di bawah enam bulan. Angka ini jauh di bawah target yang ditetapkan oleh WHO dan United Nations Children's Fund (UNICEF) pada 2030, yaitu sebesar 70%. Penelitian ini akan memberikan gambaran terbaru tentang capaian EBF di Indonesia, terutama mengenai pentingnya dukungan harian yang diterima ibu menyusui dalam memengaruhi keputusannya untuk menyelesaikan EBF selama 6 bulan. Dukungan praktis memungkinkan ibu untuk fokus pada menyusui, baik secara langsung maupun tidak. Dengan membantu ibu melakukan pekerjaan rumah atau merawat bayi (termasuk memberikan ASI perah untuk menjamin kelangsungan konsumsi ASI selama ibu tidak di rumah), kehadiran aktor pendukung dalam rumah tangga diyakini menjadi faktor penting dalam keberhasilan EBF. Penelitian ini akan mengungkap hubungan antara sumber dukungan (baik nenek dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, ayah, dan pekerja rumah tangga) dengan pilihan pemberian ASI eksklusif yang dilakukan oleh sang ibu. Selain itu, penelitian ini akan menjadi penelitian pertama yang mengungkapkan apakah ada pengaruh yang berbeda antara nenek dari pihak ayah dan nenek dari pihak ibu dalam mempengaruhi EBF di Indonesia. Penelitian ini juga mengeksplorasi bagaimana faktor- faktor lainnya (pekerjaan ibu, status ekonomi, paritas, tingkat pendidikan orang tua, usia orang tua, jenis tempat tinggal keluarga, dan jenis kelamin bayi) mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif. Dengan memanfaatkan data individu pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2019 dan 2020, regresi probit menunjukkan bahwa sumber dukungan di rumah tangga tidak secara signifikan mempengaruhi keberhasilan EBF. Sebaliknya, karakteristik ibu menjadi faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan EBF. Ibu yang tidak bekerja, berasal dari status ekonomi yang lebih rendah, pendidikan yang lebih tinggi dan tinggal di daerah perkotaan lebih mungkin untuk menyelesaikan EBF dibandingkan mereka yang tidak. Memiliki bayi perempuan dan suami yang lebih berpendidikan juga secara positif berhubungan dengan keputusan menyusui eksklusif. Karena kehadiran aktor pendukung tidak secara signifikan mempengaruhi keputusan ibu untuk melanjutkan atau menghentikan EBF, aktor utama menyusui tetap ibu menyusui itu sendiri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan angka capaian EBF, ibu menyusui harus didukung dalam menghadapi tantangan yang mereka hadapi, terutama di tempat kerja.
Malnutrition is the primary cause of stunting, impaired cognitive function, low school achievement, behavioral problems, and deaths of children under five years old. World Health Organization (WHO) recommends exclusive breastfeeding (EBF) for the first six months to prevent malnutrition from happening in children's early life. However, EBF coverage in Indonesia is still suboptimal. Based on the Indonesia Demography Health Survey in 2017, the EBF rate is only 38% for children below six months. This figure is far below the target EBF rate WHO and United Nations Children's Fund (UNICEF) set in 2030 at 70%. This research will provide the latest insight into EBF completion for children between 6 and 23 months in Indonesia, especially regarding the importance of daily support on impacting the mother's decision to complete EBF. The practical support may enable the mother to focus on breastfeeding, whether directly or indirectly. By helping the mother do housework or taking care of the baby (including giving the expressed breastmilk to secure the breastmilk consumption continuation while the mother is not at home), the sources of support are believed to be critical factors in EBF success. The research will uncover the relationship between the sources of support (both maternal and paternal grandmothers, the father, and the domestic worker) and the exclusive breastfeeding choices made by the mother. Also, it will be the first study that reveals whether there is a different effect of paternal and maternal grandmother cohabitation in influencing EBF in Indonesia. Moreover, this study explores how modifying factors (mother’s employment, economic status, parity, parents’ education level, parents’ age, type of residential area that the family lives in, and the gender of the baby) affect exclusive breastfeeding behavior. Using the latest individual-level data from the 2019 and 2020 National Socio-Economic Survey (SUSENAS), probit regression suggests that support sources in the households are not significantly affecting EBF completeness in this country. In contrast, maternal characteristics become the most decisive factor influencing EBF behavior. Non-working mothers from lower economic status and higher-level education in urban areas are more likely to complete EBF than those who are not. Also, having female infants and a more educated husband are positively associated with exclusive breastfeeding decisions a mother would make. Since the presence of supporting actors does not significantly affect the mother's decision to continue or discontinue EBF, the main actor of breastfeeding is still the breastfeeding mother herself. Therefore, to improve the EBF rate, breastfeeding mothers must be supported in the challenges they face, especially in the workplace.