Di dalam menjalankan hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha terkadang muncul persoalan kompleks yang perlu mendapatkan penyelesaian secara hukum, salah satunya yaitu mengenai terjadinya peristiwa dimana pekerja dikategorikan sebagai orang hilang. Peristiwa tersebut dapat terjadi baik pada saat pekerja tersebut sedang melakukan pekerjaan atau terjadi pada saat pekerja tidak melakukan pekerjaan (diluar watu kerja). Bahwa pengusaha maupun keluarga pekerja membutuhkan kepastian mengenai status hubungan kerja dari Pekerja yang dikategorikan sebagai orang hilang, namun disisi lain ketentuan ketenagakerjaan yang ada (kaedah heteronom) tidak mengatur mengenai status hubungan kerja terhadap Pekerja yang dikategorikan sebagai orang hilang. Oleh karena itu, guna mencegah munculnya perselisihan, Pengusaha dan Pekerja perlu mengatur mengenai Pemutusan Hubungan Kerja karena pekerja dikategorikan sebagai orang hilang di dalam kaedah otonom yaitu Perjanjan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Bahwa tujuan utama dari penulisan ini adalah memberikan usulan solusi terhadap salah satu permasalahan dalam praktek hubungan industrial yaitu tentang status hukum dari pekerja yang dikategorikan sebagai orang hilang. Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode doktrinal/yuridis normatif. Bahwa di dalam konteks pekerja hilang, dibutuhkan kepastian hukum mengenai berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja, jenis pemutusan hubungan kerja, serta besaran kompensasi pemutusan hubungan kerja yang akan diberikan pengusaha kepada pekerja atau keluarganya. Ketiga hal tersebut dapat diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
In carrying out the working relationship between workers and employers sometimes complex problems arise that need to be resolved legally, one of which is regarding the occurrence of events where workers are categorized as missing persons. These events can occur either when the worker is doing work or when the worker is not doing work (outside of working hours). Whereas employers and workers' families need certainty regarding the employment relationship status of Workers who are categorized as missing persons, but on the other hand the existing employment provisions (heteronomous method) do not regulate the employment relationship status of Workers who are categorized as missing persons. Therefore, in order to prevent the emergence of disputes, Employers and Workers need to regulate Termination of Employment because workers are categorized as missing persons in an autonomous method, namely Employment Agreements, Company Regulations, or Collective Labor Agreements. That the main purpose of this paper is to provide a proposed solution to one of the problems in the practice of industrial relations, namely the legal status of workers who are categorized as missing persons. The writing method used is a normative doctrinal/juridical method. Whereas in the context of missing workers, legal certainty is needed regarding the termination of the employment relationship between the company and the worker, the type of termination of employment, as well as the amount of compensation for termination of employment that will be given by the employer to the worker or his family. These three things can be regulated in the Employment Agreement, Company Regulations or Collective Labor Agreement.