Pemberian hibah merupakan salah satu cara pengalihan hak atas benda milik pemberi hibah kepada orang lain berdasarkan kehendaknya sendiri. Guna menjamin kepastian hukum maka pemberian hibah dimuat ke dalam akta yang yang dibuat oleh notaris/PPAT. Pada kenyataannya pemberian hibah dapat memunculkan sengketa, seperti yang ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar Nomor 33/Pdt.G/2019/PN PMS .jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 559/PDT/2019/PT MDN. Sengketa tersebut terjadi karena pemberi hibah jatuh miskin sedangkan penerima hibah menolak untuk memberikan nafkah kepadanya. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan hak membatalkan akta hibah oleh pemberi hibah yang jatuh miskin dan akibat hukum terhadap objek hibah akibat pembatalan hibah. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Adapun pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen (kepustakaan). Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menyatakan bahwa meskipun suatu hibah tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali, namun apabila memenuhi hal-hal tertentu yang diatur dalam Pasal 1688 KUHPerdata, maka hibah dapat dibatalkan oleh pemberi hibah melalui gugatan ke pengadilan. Di antaranya adalah ketika penerima hibah menolak untuk memberi bantuan nafkah kepada penghibah ketika penghibah tersebut jatuh miskin. Terkait kriteria jatuh miskin itu sendiri, dalam praktiknya sangat dipengaruhi oleh cara pandang lokal. Begitu pula tentang pemberian nafkah. Selain itu, analisis dalam penelitian ini juga menemukan bahwa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, mengakibatkan pemberian hibah menjadi batal demi hukum, selanjutnya harta hibah yang telah diberikan kembali pada keadaan semula atau menjadi milik dari pemberi hibah secara keseluruhan dalam keadaan bersih dari segala beban yang melekat atas benda tersebut.
Giving a grant is one way of transferring the rights to the object belonging to the grantor to another person based on his own will. In order to guarantee legal certainty, the granting of the grant is included in a deed made by a notary/PPAT. In reality, grants can create disputes, as found in the Pematang Siantar District Court Decision Number 33/Pdt.G/2019/PN PMS .jo Medan High Court Decision Number 559/PDT/2019/PT MDN. The dispute occurred because the grantor fell into poverty while the grantee refused to provide him with a living. Therefore, the problems raised in this study are related to the right to cancel the grant deed by the grantor who is poor and the legal consequences of the object of the grant due to the cancellation of the grant. The research method used is normative juridical. The data collection is done through document study (library). The secondary data obtained in this study were then analyzed qualitatively. The results obtained from this study state that although a grant cannot be canceled or withdrawn, if it fulfills certain things stipulated in Article 1688 of the Civil Code, the grant can be canceled by the grantor through a lawsuit to the court. One of them is when the grantee refuses to provide living assistance to the donor when the donor falls into poverty. Regarding the criteria for falling into poverty itself, in practice it is strongly influenced by local perspectives. The same goes for providing a living. In addition, the analysis in this study also found that court decisions with permanent legal force resulted in the granting being null and void, then the grant assets that had been given back to their original state or became the property of the grantor as a whole in a clean state from all burdens incurred. attached to the object.