Pengesahan UU Cipta Kerja pada dasarnya ditujukan sebagai penguat ketahanan nasional Indonesia di tengah kondisi dunia yang sangat rentan. Meski demikian, reformasi peratuan perundang-undangan yang terjadi pada akhirnya menyebabkan penolakan dari masyarakat Indonesia, khususnya dari kelompok pekerja/buruh. Sejarah menyatakan bahwa kerentanan yang dialami oleh pekerja/buruh sudah ada sejak dulu dan pertentangan kelas antara pemilik modal dengan pekerja/buruh merupakan diskursus yang abadi. Kehadiran sistem kolektif pekerja dalam hal ini diharapkan sebagai katalis bagi pertentangan tersebut agar hubungan kedua belah pihak tetap harmonis dan kegiatan ekonomi dapat berlangsung dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan perubahan, kerentanan, dan upaya strategi adaptasi yang dijalankan pekerja/buruh setelah pengesahan UU Cipta Kerja. Penelitian ini menggunakan Teori Kolektivitas Pekerja milik Lysgaard dan Konsep Ketahanan Sosial milk Keck dan Sakdapolrak sebagai dasar acuan analisis. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan studi kasus pengesahan UU Cipta Kerja. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumen yang dilanjutkan dengan wawancara pada pemangku kepentingan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Dewan Perwakilan Wilayah DKI Jakarta (DPW FSPMI, DKI Jakarta). Temuan penelitian ini ada dua, (1) sistem kolektif pekerja tidak mampu menjaga ketahanan sosial pekerja/buruh dengan strategi dan agenda yang lama setelah pengesahan UU Cipta Kerja; (2) muncul strategi baru sebagai bentuk adaptasi terkait dengan kerentanan yang terjadi dalam rangka mempertahankan ketahanan sosial kelompok pekerja/buruh, yaitu politik dan hukum.
The ratification of the Job Creation Law is basically intended to strengthen Indonesia's national resilience in the midst of a very vulnerable world condition. However, the reform of laws and regulations that occurred in the end caused rejection from the Indonesian people, especially from the workers/labor groups. History states that the vulnerability experienced by workers/labourers has existed for a long time and the class struggle between owners of capital and workers/labor is an eternal discourse. The presence of a workers' collective system in this case is expected to be a catalyst for the conflict so that relations between the two parties remain harmonious and economic activities can take place properly. This study aims to map the changes, vulnerabilities, and adaptation strategies carried out by workers/laborers after the ratification of the Job Creation Law. This study uses Lysgaard's Worker Collectivity Theory and Keck and Sakdapolrak's Social Security Concepts as the basis for the analysis. The research approach used is qualitative with a case study of the ratification of the Job Creation Act. The data collection technique is a document study followed by interviews with stakeholders of the Federation of Indonesian Metal Workers Union, DKI Jakarta Regional Representative Council (DPW FSPMI, DKI Jakarta). There findings of this study are two, (1) the workers' collective system is not able to maintain the social resilience of workers/laborers with the old strategy and agenda after the ratification of the Job Creation Law, (2) a new strategy emerged as a form of adaptation related to the vulnerabilities that occurred in order to maintain social resilience of the workers/labor groups, specifically politic and law