Dalam merespon eksistensi dan dampak pandemi Covid-19, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Salah satu bentuk alokasi PEN sektor insentif usaha di bidang pepajakan adalah pemberian insentif restitusi pendahuluan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada industri farmasi pada masa pandemi Covid-19 di Indonesia dengan tujuan menguatkan stabilisasi pertumbuhan dan kinerja ekspor sektor farmasi. Namun, paradigma anomali kebijakan terjadi pada indeks pertumbuhan PDB sektor farmasi yang sejak tahun 2020 hingga tahun 2021 mengalami peningkatan sementara kinerja ekspor sejak tahun 2020 hingga tahun 2021 cenderung stagnan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kebijakan insentif restitusi pendahuluan PPN tersebut berdasarkan kriteria kecukupan, responsivitas, dan ketepatan dari pelaksanaan kebijakan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post positivist dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan (literatur) dan studi lapangan (wawancara mendalam). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan insentif restitusi pendahuluan PPN tersebut mampu mencapai tujuan stabilisasi pertumbuhan ekonomi namun tidak mampu mencapai tujuan peningkatan kinerja ekspor sektor farmasi di Indonesia. Paradoks disposisi kebijakan dan inkonsistensi peraturan menimbulkan distorsi atas tingkat pemanfaatan insentif restitusi pendahuluan PPN pada industri farmasi.
In response to the existence and impact of the Covid-19 pandemic, the government implemented a fiscal expansionary policy in the context of the National Economic Recovery (PEN). One of the forms of allocation for the PEN sector in the business incentive sector in the taxation sector is to offer pre-restitution incentives for Value Added Tax (VAT) to the pharmaceutical industry during the Covid-19 pandemic in Indonesia in order to strengthen the stabilization of growth and export performance of the pharmaceutical sector. However, the paradigm anomaly policy that occurred in the pharmaceutical sector's GDP growth index from 2020 to 2021 experienced a temporary increase in export performance from 2020 to 2021 tended to stagnate. This study aims to demonstrate the incentive policy for VAT prerestitution based on evaluation criteria, responsiveness, and accuracy of policy implementation. The research approach used in this research is post positivist with data collection techniques in the form of library research (literature) and field studies (in-depth interviews). The results of this study indicate that the restitution incentive policy with the primary objective of VAT was able to achieve stabilization of economic growth but was unable to achieve the goal of increasing export performance of the pharmaceutical sector in Indonesia. The paradox of policy dispositions and inconsistencies causes distortions in the utilization of VAT pre-restitution incentives in the pharmaceutical industry.