Prevalensi penderitas diabetes melitus (DM) di Indonesia mengalami peningkatan terutama di Jakarta mencapai 3,4% di tahun 2018, dan menjadi provinsi dengan prevalensi DM tertinggi di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah pasien tidak rutin meminum obat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan diperlukan program intervensi oleh farmasis yaitu melalui program Phardiacare berupa konseling, buklet, logbook self-monitoring dan SMS reminder. Tujuan penelitian ini adalah menilai pemberian konseling dan buklet dari program Phardiacare terhadap kepatuhan pengobatan dan luaran klinis pasien DM tipe 2. Penelitian ini merupakan quasi eksperimental selama periode Agustus hingga Desember 2019 yang melibatkan 65 pasien DM tipe 2 di puskesmas Jakarta Timur yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi (KI, n=33) yang menerima konseling dan buklet, dan kelompok kontrol (KK, n=32) yang menerima buklet saja. Pada awal dan akhir penelitian pasien menerima kuesioner sosiodemografi dan MAQ serta dilakukan pengukuran luaran klinis. Hasil penelitian menunjukkan KI dan KK memiliki karakteristik yang tidak berbeda signifikan kecuali pada lama penggunaan obat dan konsumsi makanan berisiko DM (p<0,05). Konseling pada program Phardiacare mempengaruhi kepatuhan pengobatan dimana HbA1c pada KI mengalami penurunan hingga kadar terkontrol (p<0,05) dibandingkan KK yang tidak mengalami perubahan. Kepatuhan berdasarkan skor MAQ menunjukkan peningkatan kepatuhan (p<0,05) setelah intervensi. Konseling dari program Phardiacare memberikan pengaruh 7,5 kali lebih besar dalam menurunkan HbA1c (p=0,008). Terhadap luaran klinis sekunder, konseling memperbaiki gula darah puasa, kolesterol total dan LDL (p<0,05). Dengan demikian, konseling pada program Phardiacare dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan dan menurunkan kadar HbA1c pada pasien DM tipe 2.
According to the results of the 2018 Basic Health Research (Riskesdas), 50.4% of diabetes mellitus (DM) patients do not regularly take medication. This can worsen the patient’s condition, so interventions related to DM treatment by pharmacists are needed through counseling and booklets which are expected to increase medication adherence and improve clinical outcomes of the patient. The study was conducted in August-December 2019 involving 65 patients who met the inclusion and exclusion criteria. Patients were divided into 2 groups, namely the Pulogadung Health Center as the intervention group (KI, n=33) which received counseling and booklets, and the Duren Sawit Health Center as the control group (KK, n=32) which received only booklets. The results showed that counseling affected medication adherence with a significant decrease in HbA1c levels (p<0.05) to controlled levels in KI compared to KK. The MAQ score showed an increase in adherence with significant outcomes after counseling. Counseling has a 7.5 times greater effect in reducing HbA1c with a significant value (p=0.008). In addition, counseling gave significant results (p<0.05) in the improvement of fasting blood glucose, total cholesterol, and low-density lipoprotein cholesterol. Thus, counseling can improve medication adherence and reduce HbA1c levels in type 2 diabetes mellitus patients.